Mereka berjuang dengan doa, ilmu, dan pengorbanan. Dan itulah esensi dari Hari Santri, bukan sekadar mengenang masa lalu, tapi menghidupkan kembali nilai keikhlasan, cinta tanah air, dan tanggung jawab sosial di masa kini.
Pesantren: Benteng Akhlak dan Kebangsaan
Kini, Hari Santri menjadi simbol peran pesantren dalam membentuk generasi muda yang tidak hanya religius, tapi juga nasionalis.
Di tengah dunia yang serba cepat, pesantren tetap menjadi ruang tenang yang menanamkan nilai yaitu ilmu untuk pengabdian, iman untuk peradaban.
Banyak pesantren kini mengajarkan keterampilan digital, kewirausahaan, hingga teknologi, tanpa meninggalkan akar nilai keislaman.
Semangat ini menunjukkan bahwa santri masa kini bukan hanya penjaga tradisi, tapi juga pelopor inovasi.
Baca Juga: Mengapa 22 Oktober Jadi Hari Santri Nasional? Ini Kisah di Baliknya
Dari KH Thoriq untuk Generasi Santri
Nama KH Thoriq Darwis mungkin tak setenar tokoh nasional lain. Tapi gagasannya menjelma jadi simbol yang mengingatkan bahwa setiap ide tulus sekecil apa pun bisa mengubah arah sejarah bangsa.
Dari serambi pesantren di Malang, ide itu kini hidup di setiap pesantren di Indonesia, setiap 22 Oktober.
Hari Santri bukan hanya milik mereka yang bersarung dan berpeci, tapi milik seluruh rakyat Indonesia yang percaya bahwa spiritualitas dan nasionalisme bisa berjalan beriringan.
Seperti KH Thoriq Darwis yang menyalakan lilin kecil di pesantren, kini jutaan santri menyalakan semangat yang sama untuk Indonesia yang beriman, berilmu, dan berdaya.***