SEWAKU.com -- Dalam gemerlapnya dunia fashion internasional, brand-brand ternama seperti Uniqlo menjadi pusat perhatian, menghadirkan gaya dan status sosial yang memesona.
Namun, di balik keindahan dan keanggunan yang dipamerkan, tersembunyi persoalan yang mendalam terkait isu-isu sosial, lingkungan, dan etika.
Uniqlo, sebagai salah satu brand fashion global, tidak luput dari kontroversi yang merusak reputasinya. Meskipun mengusung konsep "Made for All" dan mengklaim menjunjung tinggi tanggung jawab sosial dan lingkungan, kenyataannya berbeda jauh.
Kondisi Kerja di Pabrik-Pabrik Uniqlo
Banyak laporan dan hasil investigasi yang mengungkap kondisi kerja yang keras dan kurang manusiawi di pabrik-pabrik yang memproduksi produk Uniqlo.
Para pekerja dihadapkan pada jam kerja yang sangat padat, lembur yang tidak dibayar, serta hak-hak pekerja yang tidak terpenuhi.
Meskipun Uniqlo melakukan kunjungan rutin ke pabrik, fokusnya lebih pada kualitas produk daripada kesejahteraan pekerjanya.
Kesimpangsiuran dalam Komitmen Sosial dan Lingkungan
Uniqlo dituduh tidak memenuhi komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan. Meskipun memiliki program perbaikan dan daur ulang produk, masih terdapat kekurangan dalam mengurangi emisi dan transparansi rantai pasokan.
Selain itu, penggunaan bahan hewani seperti bulu angsa dan sutra, meskipun dalam standar tertentu, masih menimbulkan kontroversi.
Kontroversi Produk dan Iklan
Uniqlo juga terjerat dalam kontroversi terkait produk dan iklannya. Larangan produk di pasar Amerika Serikat karena dugaan kerja paksa di Xinjiang, serta iklan yang dianggap sensitif di Korea Selatan terkait sejarah perbudakan seksual dan kerja paksa pada masa perang, menunjukkan kurangnya sensitivitas terhadap isu-isu sosial dan politik.