SEWAKTU.com -- Mbak Titiek Soeharto menikah pada tahun 1983 dan kemudian mengalami perceraian pada tahun 1998 dengan Prabowo Subianto, namun apa yang selama ini beredar bukanlah benar.
Kami ingin memberikan klarifikasi atas hal ini karena merupakan informasi yang salah. Mbak Titiek menikah pada tahun 1983 dan berpisah pada tahun 1998 setelah 15 tahun pernikahan.
Keputusan untuk berpisah adalah sesuatu yang tidak perlu disampaikan kepada orang lain karena merupakan urusan pribadi.
Titik, panggilan dari Siti Hediati Haradi, belakangan ini sering menjadi sorotan publik karena hubungannya dengan Prabowo Subianto, calon Presiden Republik Indonesia yang berhasil memenangkan konsestasi Pilpres tahun 2024.
Meskipun air mata Titiek jarang terlihat oleh publik, namun di baliknya tersimpan kisah cinta sejati dan pengorbanan bersama Prabowo, mantan suaminya yang kini menjadi calon Presiden.
Baca Juga: ISTRI CAK IMIN & KAESANG BENING BANGET! Inilah 10 Istri Cantik Politisi Muda Indonesia Bak Bidadari
Titiek dan Prabowo menikah pada tahun 1983 dan dianggap sebagai pasangan yang serasi dan harmonis. Namun, hubungan mereka tidak berjalan mulus akibat kondisi politik yang sulit, terutama setelah mundurnya Presiden Soeharto, ayah Titiek, dari jabatannya pada tahun 1998.
Prabowo, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), dituduh terlibat dalam aksi penculikan aktivis dan rencana kudeta. Kondisi politik yang memanas memaksa mereka untuk berpisah.
Titiek, yang adalah putri Soeharto, merasa terjebak dalam keluarga militer yang tunduk pada satu perintah, yang tak lain adalah ayahnya sendiri.
Meskipun ia yakin suaminya hanya menjadi korban fitnah, ia tak bisa banyak berbuat selain menangis dan pasrah dengan keadaan.
Baca Juga: KISAH PRABOWO SUBIANTO DIUSIR DARI KELUARGA SOEHARTO, Dari Cendana Hingga Terbuang
Pada tanggal 20 Mei 1998, Prabowo diusir dari Cendana, dan Titiek harus melepas suaminya yang terpaksa harus berpisah dari keluarga mereka.
Prabowo, setelah dituduh dan dipaksa mundur dari militer, kemudian pergi ke Yordania atas tawaran temannya, Pangeran Abdullah, putra mahkota Yordania.
Di sana, Prabowo belajar bisnis dan bahasa Arab, membangun kembali dirinya yang telah terpuruk. Meskipun hidupnya jauh dari kemewahan, ia menolak untuk hidup di atas kespesialan dan tetap hidup sederhana.