Kata-kata itu kini terasa begitu menyayat. Ia tahu risikonya, tapi tetap memilih bertahan di garis depan menjadi mata dunia di tengah reruntuhan Gaza.
Baca Juga: Era Baru Gadget 2025, Saat AI dan Desain Jadi Satu
Konflik yang Tak Kunjung Usai
Dengan wafatnya Aljafarawi, jumlah jurnalis yang tewas dalam konflik Gaza sejak Oktober 2023 kini melampaui 270 orang. Angka itu menjadikan konflik Israel-Hamas sebagai tragedi paling mematikan bagi pekerja media dalam sejarah modern.
Sementara itu, gencatan senjata di Gaza telah memasuki hari ketiga. Rencana pertukaran tawanan antara Hamas dan Israel dijadwalkan berlangsung dalam waktu dekat. Namun, ketegangan di lapangan menunjukkan bahwa perdamaian masih jauh dari kata pasti.
Upaya Diplomasi Internasional
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dijadwalkan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gaza di Sharm el-Sheikh, Mesir, pada Senin (13/10).
Pertemuan itu juga akan dihadiri oleh Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi. Tujuannya yaitu mencari solusi politik untuk mengakhiri perang dan mendorong stabilitas kawasan.
Menurut keterangan Kementerian Luar Negeri Mesir, konferensi ini berpotensi menghasilkan dokumen bersejarah yang secara resmi menandai berakhirnya perang Gaza.
Baca Juga: Tren Gadget 2025, Dari Smartphone AI hingga Wearable Ajaib
Namun, baik Israel maupun Hamas dikabarkan tidak akan mengirimkan perwakilan mereka dalam pertemuan tersebut.
Dunia Kehilangan Suara Kebenaran
Kematian Saleh Aljafarawi bukan sekadar kehilangan bagi Palestina, tetapi juga bagi dunia pers. Ia menjadi simbol keteguhan jurnalis di garis depan yang terus menyuarakan kebenaran, meski nyawanya menjadi taruhan.
Dunia kini bertanya-tanya, sampai kapan suara para jurnalis harus dibungkam oleh peluru?***