SEWAKTU.com – Di Gaza, sebuah wilayah yang setiap hari berjuang antara hidup dan bertahan peluru itu kini merenggut nyawa Saleh Aljafarawi, jurnalis Palestina berusia 28 tahun yang dikenal karena keberaniannya meliput perang tanpa jeda.
Ia tewas tertembak saat meliput bentrokan di lingkungan Sabra, Kota Gaza, hanya tiga hari setelah gencatan senjata Israel-Hamas mulai berlaku.
Sebuah ironi, ketika dunia bicara damai, di lapangan, suara senjata masih lebih keras dari kata “perdamaian”.
Baca Juga: Jurnalis Palestina Saleh Aljafarawi Tewas Tertembak Saat Liputan di Gaza
Gaza dan Luka yang Tak Pernah Sembuh
Bagi banyak orang di luar sana, Gaza hanyalah nama di peta. Tapi bagi jurnalis seperti Saleh, Gaza adalah luka yang terus berdarah.
Ia hidup dan bekerja di tengah reruntuhan, merekam kenyataan yang jarang disorot kamera besar dunia.
Menurut laporan Al Jazeera Arabic, Aljafarawi tewas ditembak oleh kelompok bersenjata yang diduga memiliki keterkaitan dengan Israel.
Video yang diverifikasi oleh Sanad, lembaga pengecekan fakta Al Jazeera, menunjukkan tubuhnya tergeletak mengenakan rompi bertuliskan “PRESS”.
Bagi dunia jurnalisme, itu bukan hanya kehilangan itu adalah peringatan.
Perdamaian yang Retak di Hari Ketiga
Kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas disambut dengan euforia di banyak negara. Tapi di Gaza, realitas berbeda.
Masih ada senjata di tangan warga, masih ada milisi bersenjata yang beroperasi di gang-gang sempit, dan masih ada trauma yang belum sembuh.
Sumber dari Kementerian Dalam Negeri Gaza bahkan menyebutkan bahwa bentrokan di Sabra melibatkan kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan kekuatan pendudukan [Israel], dan mereka juga menembaki warga sipil yang baru kembali dari selatan.