SEWAKTU.com - Dalam beberapa hari terakhir, satu tayangan televisi kembali mengguncang ruang publik.
Program Xpose di Trans7 menjadi sorotan setelah menayangkan cuplikan yang dianggap melecehkan KH. Anwar Manshur, kiai sepuh dari Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.
Di permukaan, ini mungkin tampak seperti persoalan teknis redaksi. Namun jika ditarik lebih dalam, kasus ini menyentuh wilayah yang lebih fundamental, batas antara kebebasan pers dan tanggung jawab sosial media.
Baca Juga: LBH Ansor Kediri Kecam Tayangan Trans7 yang Lecehkan Kiai
Kebebasan yang Tak Boleh Kebablasan
Sejak reformasi, kebebasan pers menjadi salah satu pilar penting demokrasi Indonesia. Namun, kebebasan itu bukan berarti tanpa batas.
Ketika media menyentuh ranah nilai, moral, dan keyakinan publik, etika harus menjadi pagar utama.
Langkah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Kediri) untuk memberikan peringatan hukum kepada Trans7 bukan semata reaksi emosional.
Itu adalah bentuk pengingat moral bahwa media memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kehormatan tokoh agama dan tradisi pesantren.
"Kebebasan pers tidak boleh kebablasan. Pemberitaan harus tetap berimbang dan beretika,” tegas Bagus Wibowo, Ketua LBH Ansor Kediri.
Baca Juga: Lecehkan KH Anwar Manshur, Tayangan Xpose Trans7 Tuai Kecaman Warganet di Media Sosial
Pesantren, Ruang Moral yang Terlupakan
Dalam sejarah panjang bangsa, pesantren adalah penjaga nilai-nilai kebangsaan. Ulama seperti KH. Anwar Manshur bukan sekadar pemimpin spiritual, tapi juga guru kebijaksanaan dan penjaga keseimbangan sosial.
Ketika sosok seperti beliau dijadikan bahan olok-olok di tayangan publik, yang terluka bukan hanya pribadi beliau, melainkan seluruh ekosistem moral yang dibangun pesantren selama ratusan tahun.