SEWAKTU.com- Kasus korupsi minyak mentah Rp285 triliun yang menyeret nama Muhammad Kerry Adrianto Riza, anak pengusaha Riza Chalid, menjadi sorotan publik dan media nasional.
Melalui jalur bisnis minyak dan gas, Kerry diduga mengatur sejumlah proyek strategis, mulai dari pengadaan kapal hingga sewa terminal bahan bakar, yang berujung pada kerugian negara fantastis.
2018–2020: Awal Jejak dan Jaringan Bisnis
Akar kasus ini ditelusuri sejak 2018, ketika sejumlah anak perusahaan di bawah PT Pertamina (Persero) mulai membuka skema kerja sama dengan pihak swasta untuk pengelolaan minyak mentah dan BBM.
Dalam periode itu, muncul nama PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN) perusahaan yang dikaitkan dengan Kerry dan rekan bisnisnya, Dimas Werhaspati.
Melalui PT JMN, mereka menawarkan penyediaan tiga kapal pengangkut minyak berukuran besar kepada Pertamina International Shipping (PIS).
Surat-surat penawaran dan konfirmasi kebutuhan kapal pun dikirim ke pihak Pertamina, bahkan sebelum ada proses lelang resmi.
2020–2021: Modus Pengadaan Kapal dan Tender Fiktif
Pada 2020, pengadaan kapal mulai dilaksanakan. Namun, prosesnya dinilai hanya formalitas. Kapal Jenggala Bango, milik PT JMN, bahkan belum memiliki izin usaha pengangkutan migas, tapi tetap dimenangkan dalam tender.
Dari sini, aliran uang mulai terbentuk. PT JMN disebut menerima pembayaran sewa kapal dengan total nilai mencapai miliaran rupiah, meskipun tidak seluruh kapal beroperasi sesuai kontrak.
Jaksa menegaskan, proses tender diatur agar hanya kapal milik Kerry yang lolos seleksi, sementara kapal asing tidak bisa ikut bersaing karena adanya penambahan frasa “pengangkutan domestik” dalam dokumen kebutuhan.
Kondisi ini memperkuat dugaan adanya praktik pengaturan tender di lingkup subholding Pertamina.
Baca Juga: LBH Ansor Kediri Kecam Tayangan Trans7 yang Lecehkan Kiai