Dengan infrastruktur yang memadai, ia berharap pertumbuhan ekonomi dapat dipercepat sekaligus mendorong munculnya pusat-pusat ekonomi baru di Bogor Barat.
Ade mengibaratkan proses tersebut sebagai persiapan membangun kehidupan mandiri, yang membutuhkan kesiapan sejak awal.
‘’Ibarat kita mau berumahtangga, tentu segala kebutuhan harus disiapkan dulu supaya saat berpisah, kehidupan baru diarungi dengan baik,’’ imbuh Ade Ruhandi.
Dalam kesempatan yang sama, panelis Yusfitriadi menekankan bahwa pemekaran wilayah harus berangkat dari kebutuhan masyarakat.
Ia mengingatkan, pengalaman moratorium DOB sebelumnya terjadi karena banyak daerah baru yang belum siap dari sisi infrastruktur, sumber daya alam, maupun sumber daya manusia.
Menurutnya, hal tersebut tidak boleh terulang dalam rencana pembentukan Kabupaten Bogor Barat.
‘’Pemekaran itu harus berbasis kebutuhan masyarakat, infrastruktur dibangun untuk Masyarakat, bukan kebutuhan elit. Mengapa dulu ada moratorium DOB, karena banyak daerah-daerah baru yang jadi kota atau kabupaten baru, hanya memiliki nafsu, sumber daya alam dan sumber daya manusia pas-pasan, Itu tidak boleh terjadi di Kabupaten Bogor Barat nati,’’ cetus Yusfitriadi.
Sementara itu, Kepala Bappeda Litbang Kabupaten Bogor Bambam Setia Aji menjelaskan, pembangunan infrastruktur di wilayah calon DOB dilakukan secara bertahap dengan prioritas pada kelayakan dasar sebuah daerah otonom.
Ia memperkirakan, kebutuhan anggaran untuk membangun kawasan ibu kota dan wilayah perkotaan pendukung sejak 2025 hingga rampung mencapai sekitar Rp5,6 triliun.
Ketua KPPKBB Yana Nurheryana mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten Bogor yang dinilai berpihak pada percepatan pembangunan di Bogor Barat.
Ia menyebut, KPPKBB terus mengawal program pembangunan tersebut dengan memperkuat koordinasi dan konsolidasi para ketua kecamatan di 14 kecamatan wilayah Bogor Barat.
Kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan, menurut Yana, menjadi kunci untuk mewujudkan Kabupaten Bogor Barat sebagai DOB yang siap dan berkelanjutan. (ADV)