Meski begitu, Vanina tetap bertahan. Ia tinggal di sebuah kamar sempit berukuran 2x2 meter bersama para Pekerja Migran Indonesia (PMI).
"Gua tinggal di tempat yang kecil banget, bareng TKI. Kalau nengok tuh ada kecoak mondar-mandir, tikus di mana-mana. Tapi gua tetap tinggal di sana,” kisahnya.
Ia melewati hari-harinya tanpa kemewahan, bahkan harus berbagi kamar mandi dan tidur di ruangan penuh kecoak selama berbulan-bulan.
Ketika ibunya, Dewi Hidayat, datang dan melihat kondisinya, sang ibu menangis. Namun Vanina justru merasa bahagia.
"Dia nangis, nanya ‘kenapa kamu harus kayak gini?’ Terus aku bilang, ‘this is my happiness’,” tutur Vanina.
Kisah itu menjadi fondasi kuat dalam kehidupannya. Vanina tumbuh menjadi sosok yang kuat, mandiri, dan penuh rasa syukur, nilai yang terus ia pegang bahkan di tengah ujian rumah tangga.
Baca Juga: Jatuh Bangun Ammar Zoni, Dari Bintang Sinetron Ternama, Kini Mendekam di Nusakambangan
Akhir yang Penuh Rasa Hormat
Perpisahan Dean Fujioka dan Vanina Amalia menjadi kabar yang mengguncang banyak hati penggemar.
Namun di balik kabar duka itu, publik justru melihat kedewasaan keduanya dalam menghadapi perbedaan.
Mereka tidak saling menyalahkan, justru saling menghormati keputusan masing-masing. Di dunia yang sering kali penuh drama, kisah mereka menunjukkan bahwa cinta bisa berubah bentuk dari pasangan menjadi rekan hidup dalam membesarkan anak-anak dengan kasih yang sama besarnya.***