Perjanjian yang akan mengikat suami istri biasanya berisi tentang pembagian harta benda masing-masing jika di kemudian hari terjadi perceraian atau kematian.
Harta tersebut meliputi harta bawaan, hibah, warisan, dan utang yang dibawa oleh suami atau istri selama perkawinan dan hal-hal lain yang disepakati.
Namun, perjanjian ini juga bisa mengatur hal-hal lain yang disepakati bersama. Hal-hal lain itu bisa ditetapkan selama tidak bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian.
Syarat itu antara lain adanya kesepakatan bagi mereka yang mengikat diri, kecakapan para pihak untuk membuat sebuah perikatan, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan perundang-undangan atau kausa yang halal, serta hal yang diperjanjikan jelas dan tegas, tanpa perlu penafsiran di dalamnya.
Bila terjadi pelanggaran atau wanprestasi, pihak yang merasa dirugikan juga bisa melakukan tindakan hukum.***