"Tepat saat itu, salah satu temannya lewat dan berkata, "Apakah kali ini kau kabisan akal, tepat di akhir batas perjanjian?" Tanpa ragu, Abu Nawas mengikuti saran temannya.
Pada hari yang dijanjikan, istana telah penuh dengan tamu undangan. Abu Nawas sengaja datang paling akhir dan duduk di barisan paling belakang. Kehadirannya langsung menarik perhatian banyak orang. Dia sengaja duduk di lantai, tempat yang seharusnya disediakan untuk jalan.
Ketika Raja Harun maju ke podium untuk menyampaikan pesan-pesan kepada seluruh rakyatnya, Abu Nawas membuat tindakan yang mengejutkan. "Saya sungguh merasa bahagia bisa duduk di sini, tempat yang bisa langsung melihat wajah Baginda dengan jelas," kata Abu Nawas, penuh dengan sanjungan.
Raja Harun semakin penasaran, "Mengapa kau rela duduk di tanah dan mengotori bajumu sendiri?"
"Sesungguhnya saya sudah duduk di atas karpet. Aku tidak melihat ada karpet yang kau duduki. Karpet mana yang engkau maksud?" tanya Raja Harun.
"Sesungguhnya saya membawa karpet sendiri dari rumah. Sudah lama saya membelinya dan ini merupakan karpet kesayangan saya," jawab Abu Nawas.
Raja Harun mencari-cari karpet yang dimaksud dan menemukannya. Abu Nawas pun berdiri dan mengambil sebagian uang emas yang ditawarkan. "Ambillah sebagian untuk kalian dan sisanya bagikan kepada fakir miskin. Aku hanya berhak atas beberapa keping saja," kata Abu Nawas.
Kisah ini menggambarkan betapa cerdasnya Abu Nawas dalam menemukan solusi di tengah tantangan yang sulit. Sebuah pelajaran yang dapat diambil bahwa kecerdasan bukan hanya tentang pengetahuan, tetapi juga tentang kreativitas dan kemampuan untuk berpikir di luar kotak. Abu Nawas menunjukkan bahwa dengan sedikit kecerdikan, bahkan tantangan yang paling sulit pun dapat diatasi.