SEWAKTU.com -- Stampel pelakor sangat populer di Indonesia. Nama pelakor diberikan pada wanita perebut laki (suami) orang. Sama juga pebinor. Istilah pelakor dan pebinor diberikan kepada laki-laki perembut bini (istri) orang.
Bagaimana pelakor menurut Islam dan pebinor menurut Islam? Buat para suami istri wajib tahu pelakor menurut Islam dan pebinor menurut Islam.
Seringkali wanita pelakor dinikahi pria bersangkutan sebagai istri keduanya. Menurut fiqih, tidak masalah pria menjadi suami untuk dua wanita tersebut sekaligus secara bersamaan, baik menjadi suami bagi istrinya dan wanita yang datang menggodanya. Bagaimana pelakor menurut Islam dan pebinor menurut Islam?
Baca Juga: Ceramah Ustadz Abdul Somad Tentang Amalan untuk Mendapatkan Pekerjaan, Cukup Lakukan Hal Ini
Seperti apa jika kasus pria yang menggoda istri orang? Mengutip dari NU Online, si istri orang ini dalam agama Islam tidak boleh dan tidak sah menjadi istri bagi dua laki-laki tersebut secara bersamaan. Begini penjelasan pelakor menurut Islam dan pebinor menurut Islam.
Apakah perbedaan ini juga memunculkan hukum yang berbeda? Jika laki-laki menggoda istri orang hukumnya haram dan dosa besar, lalu bagi wanita menggoda suami orang maka boleh dan tidak berdosa, karena boleh dan sah-sah saja ia jadi istri keduanya?
Seorang pakar Fiqih Syafi’i asal Mesir, Ibnu Hajar al-Haitami (909-974 H) menegaskan, bahwa hukum keduanya, baik pelakor maupun pebinor, sama-sama haram dan dosa besar. Perbedaan tersebut tidak berdampak pada hukum.
Ibnu Hajar menjelaskan, perbedaan tersebut tidak memunculkan hukum yang berbeda karena mengganggu istri orang dan menggoda suami orang itu bersifat umum. Baik pelakunya laki-laki maupun wanita.
Baca Juga: Ceramah Habib Novel Alaydrus Tentang Kiat Melunasi Hutang yang Diajarkan Rasulullah
Baik dengan tujuan ingin menikahinya maupun tidak. Ataupun iseng tanpa tujuan apapun. Semuanya sama, haram dan dosa besar.
Ibnu Hajar menegaskan dosa besar ke-257 dan ke-258 adalah mengganggu istri orang, maksudnya merusak hatinya sehingga tidak suka terhadap suaminya, dan menggoda suami orang.
Hukum kasus yang kedua sama dengan kasus pertama sebagaimana sudah jelas, meskipun secara objektif bisa dibedakan, yaitu lelaki boleh menjadikan wanita yang menggodanya sebagai istri kedua.
Jika wanita tidak boleh menjadikan lelaki yang menggodanya sebagai suami kedua. Sebab mengganggu istri orang dan menggoda suami orang itu bersifat umum. Baik pelakunya laki-laki maupun wanita.
Baik bertujuan ingin menikahkannya dengan orang lain, atau bertujuan menikahinya maupun tidak. Ataupun iseng tanpa tujuan apapun. (Ibnu Hajar al-Haitami, az-Zawajir ‘an Iqtirafil Kabair, juz II, halaman 283).