SEWAKTU.com -- Menurut arti Surat Ibrahim ayat 7, Allah SWT telah memerintahkan kepada umat muslim untuk selalu bersyukur atas apa yang terjadi.
Banyak yang belum tahu arti Surat Ibrahim. Memangnya, tafsir atau arti Surat Ibrahim apa saja yang ada di dalam Al Quran?
Dalam Surat Ibrahim, umat muslim diperintahkan untuk selalu bersyukur kepada Allah SWT. Seperti apa hikmah Surat Ibrahim?
Lalu, seperti apa arti Surat Ibrahim yang tertulis di dalam kitab suci Al Quran? Berikut penjelasan arti Surat Ibrahim dibawah ini.
Baca Juga: Ceramah Buya Yahya: Membaca Dzikir Sepanjang Hari Masuk Golongan Ahli Surga
Allah SWT berfirman : وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ “... dan ketika Tuhan kalian mengumumkan; Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti aku menambah (nikmat) pada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmatku), maka sesungguhnya azabku sangat pedih”. (QS Ibrahim : 7).
Dalam kitab Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khatib karangan al-Bujairami, dijelaskan tentang QS Ibrahim ayat 7 tersebut adalah bahwa Sulaiman al-Bujairami menukil pendapat Qasim al-‘Abbadi, yang menyatakan bahwa ketika seorang hamba memanfaatkan semua anugerah Allah padanya dalam waktu bersamaan maka disebut Syakur (banyak bersyukur).
Dalam beberapa kitab rujukan tafsir tentang Surat Ibrahim ayat 7 itu diterangkan bersyukur adalah menampakkan pengaruh nikmat yang telah Allah berikan kepada seorang hamba dari hatinya dengan keimanan, dari lisannya dengan pujian dan dari anggota badannya dengan ibadah serta ketaatan.
Lalu kufur nikmat adalah lawan dari mensyukuri nikmat. Sebab itu, wajib bagi muslim untuk perhatian terhadap perkara syukur ini karena merupakan perkara yang penting.
Baca Juga: Ceramah Buya Yahya: Hukum Hormat ke Bendera Merah Putih Dalam Islam
Jadi semua umat muslim tidak menjadi golongan orang-orang yang kufur atas nikmat Allah dan dapat terhindar dari ancaman adzab yang pedih.
Saat menerangkan pentingnya bersyukur dalam Surat Ibrahim ayat 7 tersebut, dalam buku Mawa’izh al-Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, yang ditahqiq oleh Shalih Ahmad dan Syekh Tosum Bayrak, dijelaskan bahwa menurut Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, dalam pandangan ahli hakikat, syukur adalah mengakui nikmat yang diberikan oleh Sang Pemberi nikmat secara khusus.
Allah SWT mengatakan Diri-Nya sebagai “Yang Maha Mensyukuri” (Asy-Syakur) dalam arti yang meluas. Maksudnya, Dia akan membalas para hamba atas syukur mereka. Membalas syukur juga disebut sebagai syukur. Ada pula ahli hakikat yang mengatakan bahawa hakikat syukur adalah memuji orang yang telah berbaik hati memberi (al-muhsin) dengan mengingat-ingat kebaikannya.
Syukur hamba kepada Allah bererti memuji-Nya dengan mengingat-ingat kebaikan yang Dia berikan. Dengan syukur ini, seseorang akan merasakan kebahagiaan dan akan ditambahkan nikmat untuknya.