SEWAKTU.com -- Selama abad kelima dan keempat sebelum Masehi, Yunani bukanlah sebuah negara, tetapi lebih merupakan kumpulan kota independen yang diperintah oleh pemimpin-pemimpin, di antaranya CL Tenes di Atena.
Mulai dari situ, warga Atena mulai mengembangkan sistem pemerintahan yang hampir mirip dengan apa yang kita kenal sebagai demokrasi saat ini.
Demokrasi berasal dari kata "demos" dalam bahasa Yunani yang berarti "orang" dan "kratos" yang berarti "kekuasaan", yang jika digabungkan menjadi "demokratia", secara harfiah diterjemahkan sebagai "kekuasaan dari orang-orang".
Konsep ini pertama kali diterapkan dalam bentuk demokrasi langsung, terutama di kota-kota Yunani seperti Atena kuno, di mana warga berkumpul untuk menyampaikan pendapat mereka langsung kepada para pemimpin kota dan memilih undang-undang baru.
Baca Juga: Telusur Sejarah Quick Count di Indonesia, Sudah Ada Sejak 1997 Jaman Soeharto
Namun, perjalanan demokrasi di Atena tidak selalu lancar. Pada tahun 411 SM, di tengah kerusuhan akibat Perang Peloponesia antara Atena dan Sparta, sekelompok yang dikenal sebagai "400" berhasil menguasai Atena dan mendirikan sebuah oligarki.
Namun, dalam waktu kurang dari setahun, oligarki ini digulingkan dan demokrasi dipulihkan sepenuhnya di Atena.
Pada tahun 321 SM, Atena ditaklukkan oleh Makedonia, negara tetangga yang lebih kuat di utara. Makedonia memperkenalkan syarat kepemilikan properti yang efektif menghilangkan banyak warga Atena dari kelompok yang berhak atas hak politik.
Pada akhirnya, pada tahun 146 SM, sisa-sisa demokrasi di Atena hancur akibat penaklukan oleh Romawi.
Romawi sendiri sebelumnya telah mengadopsi konsep yang mirip dengan demokrasi, yang dikenal dengan nama "Republik".
Baca Juga: SELAMAT YA! P3K PPPK 2024 Bakal Istimewa Untuk Honorer Masa Kerja Lama & Usia Tua Info A1 BKN
Kata "Republik" berasal dari bahasa Latin yang menggabungkan "res" atau "benda" dan "publikus" atau "publika" yang berarti "umum", mengacu pada sistem yang dimiliki oleh rakyat Romawi.
Sistem politik Romawi melibatkan senat yang berpengaruh dan empat majelis, yang masing-masing memiliki peran dan komposisi yang berbeda.
Meskipun demikian, pandangan filosofis tentang demokrasi tidak selalu positif. Tokoh-tokoh seperti Socrates, Plato, dan bahkan Aristoteles, yang merupakan pemikir paling berpengaruh dalam sejarah, mengekspresikan keraguan mereka terhadap konsep demokrasi.