Budaya Perusahaan yang Memicu Kecurangan
Lebih dari sekadar masalah akuntansi, skandal ini menggambarkan kelemahan dalam budaya perusahaan Toshiba. Budaya yang menekankan loyalitas dan ketaatan kepada atasan, tanpa ruang bagi kritik atau whistleblowing, memperburuk situasi.
Para karyawan, meski menyadari kecurangan yang terjadi, enggan melangkah untuk mengungkapkannya karena takut akan konsekuensinya. Selain itu, tekanan untuk mencapai target laba yang ketat, yang diberikan secara rutin oleh para pimpinan, mendorong praktik kecurangan sebagai jalan keluar terakhir.
Dampak yang Merusak dan Perjalanan Menuju Kebangkrutan
Skandal ini menjadi pukulan telak bagi Toshiba. Dari kehilangan reputasi hingga masalah keuangan yang merugikan, perusahaan ini terus bergulat dengan tantangan. Bahkan akuisisi perusahaan nuklir Westinghouse Electric pada tahun 2006, yang seharusnya menjadi langkah maju, berbalik menjadi bumerang ketika Westinghouse mengajukan kebangkrutan pada tahun 2017.
Upaya untuk menyelamatkan perusahaan tidak selalu berhasil. Meskipun mendapatkan suntikan dana dari investor eksternal, Toshiba terus berjuang menghadapi masalah internal dan tekanan eksternal, termasuk investigasi kolusi dengan pemerintah Jepang.
Pada akhirnya, untuk bertahan, Toshiba terpaksa menjual sebagian besar bisnisnya dan mempertimbangkan restrukturisasi sebagai perusahaan swasta.
Kisah Toshiba adalah cerminan dari kompleksitas dunia bisnis, di mana kejayaan dapat dengan cepat berubah menjadi kehancuran karena kesalahan internal dan eksternal.