SEWAKTU.com -- Pemilihan presiden pada 14 Februari yang lalu menandai kegagalan pasangan Anies-Muhaimin dalam merebut kursi kekuasaan.
Salah satu pengamat politik, Rocky Gerung, menyatakan bahwa kekalahan Anis bukan semata karena keunggulan lawan, Prabowo Gibran, melainkan karena kesombongan diri sendiri.
Rocky Gerung menyoroti sikap angkuh yang terlihat dalam debat dan kampanye terbuka, serta perilaku pengikutnya yang merendahkan lawan dengan kata-kata tidak pantas. Ini menciptakan antipati terhadap Anies, sementara Prabowo Gibran justru mendapat empati.
Rocky Gerung menegaskan bahwa kegagalan Anis bukan karena rintangan besar, tapi karena kesalahan kecil yang menumpuk.
Baca Juga: Zara Lepas Hijab, Istri Ridwan Kamil Utarakan Kesedihan Saat Jadi Bintang Tamu di Acara TV
Selain pandangan Gerung, terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan kegagalan Anies dalam pilpres tersebut.
Pertama, gagalnya Anies dalam memahami demografi pemilih. Program-programnya cenderung ditujukan kepada kelompok dengan pendidikan tinggi, padahal mayoritas pemilih di Indonesia hanya memiliki pendidikan maksimal SMP.
Hal ini membuat pesan-pesannya tidak relevan bagi mayoritas pemilih, berbeda dengan strategi Prabowo Subianto yang menekankan program-program sederhana yang lebih mudah dipahami oleh semua kalangan.
Kedua, Anies terjebak dalam stigma politik identitas. Masyarakat sudah merasa jenuh dengan isu-isu identitas yang terus-menerus dimunculkan, dan Anis dianggap memanfaatkan isu agama sebagai alat kampanye.
Anies tampaknya tidak berusaha untuk melawan stigma ini, bahkan terlihat memanfaatkannya untuk mendapatkan perhatian. Namun, hal ini justru membuatnya semakin tidak disenangi oleh sebagian masyarakat.
Ketiga, Aneis gagal memanfaatkan citra dirinya dengan baik. Prabowo berhasil menarik perhatian pemilih milenial dan gen Z dengan gaya kampanye yang lebih modern, sedangkan Anies terlalu serius dalam membangun citra politiknya.
Gaya kampanye yang tidak menarik bagi generasi muda ini menjadi salah satu faktor kegagalan Anies.
Keempat, keberadaan Caimin sebagai cawapres melemahkan citra Anies. Caimin terlihat kewalahan dalam beberapa debat publik dan dianggap tidak mampu mengamankan dukungan dari NU, salah satu basis suara penting di Indonesia.