SEWAKTU.com — Pemerintah dipastikan akan menerapkan kebijakan peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Pastinya, langkah menaikkan pajak tersebut akan diterapkan di masa pemerintahan yang akan datang.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyarankan pemerintah agar berhati-hati dalam rencana kenaikan PPN menjadi 12%. Dengan mempertimbangkan, tarif PPN Indonesia sebesar 11 persen merupakan yang kedua tertinggi di Asia Tenggara (ASEAN).
Menurut catatan tersebut, tarif PPN paling tinggi di ASEAN adalah 12% di Filipina, 11% di Indonesia, sementara Malaysia, Kamboja, dan Vietnam masing-masing 10%. Singapura, Laos, dan Thailand mencapai persentase 7%.
Baca Juga: Ketua KPU Georgia Disiram Cat Hitam Saat Penghitungan Suara
Keputusan pemerintah untuk meningkatkan tarif PPN menjadi 12 persen pada tahun 2025 berisiko menimbulkan beban bagi rakyat dan ekonomi nasional. Di antara dampaknya adalah pertumbuhan ekonomi nasional yang melambat sebesar 0,12 persen, penurunan konsumsi masyarakat sebesar 3,2 persen, dan penurunan upah minimum.
Pemerintah harus lebih berfokus pada peningkatan administrasi data perpajakan, memperluas jumlah wajib pajak, serta mendorong peralihan dari ekonomi bayangan ke ekonomi formal untuk meningkatkan penerimaan pajak daripada menggeser PPN hingga 12 persen. Ini merupakan tujuan dari UU HPP untuk mendorong reformasi perpajakan secara menyeluruh.
Pada periode berikutnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa kebijakan peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga 12 persen pada tahun 2025 akan diterapkan oleh pemerintahan selanjutnya.
Baca Juga: Membaca Komik Bisa Membantu Mengatasi Stres dan Burnout?
Mayoritas penduduk Indonesia telah memilih untuk mendukung keberlanjutan. Oleh karena itu, kebijakan yang diterapkan selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan tetap diikuti oleh pemerintahan selanjutnya.
(fajar setiawan)