SEWAKTU.com - Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang membatasi jumlah siswa hingga 50 orang per kelas di tingkat pendidikan menengah memicu reaksi keras dari berbagai pihak di Kota Bekasi.
Aturan ini tercantum dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323‑Disdik/2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) dan mulai berlaku dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025.
Langkah tersebut dipandang sebagai upaya darurat pemerintah untuk menampung lebih banyak siswa ke sekolah negeri.
Namun, sejumlah pihak mempertanyakan dampaknya terhadap mutu pendidikan di lapangan, terutama dari sisi efektivitas kegiatan belajar-mengajar.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Wildan Faturrahman, menjadi salah satu pihak yang secara terbuka mengkritisi kebijakan ini.
Menurutnya, penambahan kapasitas siswa dalam satu kelas harus dibarengi dengan penambahan tenaga pengajar dan fasilitas penunjang.
“Kalau satu kelas diisi hingga 50 siswa, justru efektivitas pengajaran bisa terganggu. Pemerintah jangan hanya fokus pada jumlah yang diterima, tapi kualitas pembelajaran harus dijaga,” kata Wildan, Senin (4/8/2025).
Ia juga menyoroti minimnya rekrutmen guru baru di Kota Bekasi. Wildan mendorong agar siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri bisa diarahkan ke sekolah swasta, dengan dukungan beasiswa dari pemerintah.
“Tahun ini, kami telah alokasikan Rp10 miliar dari APBD untuk mendanai beasiswa siswa di sekolah swasta. Ini bisa membantu lebih dari 3.000 siswa,” tambahnya.
Keluhan senada datang dari kalangan orangtua. Fitri (48), salah satu wali murid SMA di Kota Bekasi, menyampaikan keprihatinannya terhadap kapasitas ruang kelas yang terlalu padat.
Ia menyarankan agar jumlah ideal siswa per kelas dibatasi maksimal 40 orang.
“Kalau sampai 50 siswa, perlu ada guru pendamping. Kalau tidak, anak-anak malah tidak fokus dan suasana kelas menjadi tidak kondusif,” ujarnya.