SEWAKTU.com - Isu mengenai kualitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali mencuat pasca kericuhan demonstrasi yang terjadi di kawasan Senayan pada akhir Agustus 2025. Peristiwa tersebut memunculkan dorongan dari berbagai kalangan agar proses rekrutmen politik di Indonesia diatur lebih ketat, sehingga wakil rakyat yang duduk di parlemen memiliki kapasitas, pengalaman, dan kompetensi yang mumpuni.
Sejumlah pakar menilai, sudah saatnya ada mekanisme berjenjang bagi calon anggota DPR sebelum mereka bisa melaju ke tingkat nasional. Mereka mengusulkan agar seseorang terlebih dahulu berkarier di tingkat DPRD kabupaten atau kota, lalu naik ke DPRD provinsi, sebelum akhirnya mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI. Dengan cara ini, para calon wakil rakyat diharapkan memiliki pengalaman politik yang matang, memahami tata kelola pemerintahan secara bertahap, dan siap mengawal aspirasi masyarakat di tingkat nasional.
Tak hanya pengalaman, faktor pendidikan juga menjadi sorotan penting. Beberapa akademisi menilai bahwa anggota DPR seharusnya memiliki kualifikasi pendidikan minimal S2. Pertimbangan ini muncul karena kompleksitas permasalahan yang dibahas di parlemen semakin beragam, mulai dari ekonomi global, diplomasi, hingga kebijakan strategis negara. Dengan latar pendidikan yang lebih tinggi, diharapkan para wakil rakyat mampu mengambil keputusan yang berbasis kajian ilmiah dan argumentasi yang kuat.
Baca Juga: Tindak Lanjut Tuntutan 17+8, PAN Desak DPR Perkuat Transparansi
Selain itu, kemampuan bahasa Inggris juga disebut sebagai keterampilan yang perlu dimiliki oleh setiap pejabat publik, termasuk anggota DPR. Bahasa internasional ini menjadi modal penting karena para wakil rakyat kerap diundang dalam pertemuan global, forum internasional, atau diplomasi bilateral. Beberapa pengamat bahkan mengusulkan adanya kewajiban tes kemampuan bahasa Inggris seperti TOEFL bagi calon anggota DPR, sebagai bentuk penguatan kapasitas.
Standar seleksi bagi politisi dinilai seharusnya setara dengan profesi-profesi lain yang juga memiliki tahapan seleksi ketat. Jika profesi seperti jurnalis, akademisi, dan pegawai negeri sipil harus melalui tes kesehatan, psikotes, hingga uji kompetensi, maka pejabat publik yang memegang kendali kebijakan negara juga sepatutnya menjalani proses seleksi serupa. Harapannya, dengan sistem ini, kualitas kebijakan yang dihasilkan akan semakin baik, serta mampu mencerminkan kepentingan rakyat secara optimal.
Baca Juga: Sebut Demo DPR Ditunggangi, Mahfud MD Tantang Pemerintah Buktikan Tuduhan Aktor Makar