2024–2025: Dakwaan dan Persidangan
Pada awal 2024, penyidik resmi menetapkan Muhammad Kerry Adrianto Riza sebagai tersangka utama.
Setahun kemudian, pada 13 Oktober 2025, sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam dakwaan yang dibacakan, jaksa menyebut bahwa Kerry memperkaya diri sebesar Rp3,07 triliun melalui dua jalur:
- Pengadaan sewa kapal PT JMN (USD9,8 juta dan Rp1,07 miliar),
- Sewa terminal bahan bakar PT Orbit Terminal Merak (Rp2,9 triliun).
Kerugian negara secara keseluruhan, termasuk efek ekonomi, mencapai Rp285 triliun.
“Kerugian perekonomian ini mencerminkan beban harga energi yang ditanggung masyarakat akibat permainan harga,” ungkap jaksa di persidangan.
Baca Juga: Suara Santri Menggema, LBH Ansor Tegur Soal Tayangan Xpose di Trans7
Kuasa hukum Kerry membantah dakwaan tersebut. Menurut mereka, semua kerja sama dilakukan secara legal dan berdasarkan kebutuhan operasional Pertamina. Sidang dijadwalkan berlanjut untuk mendengarkan keterangan saksi-saksi dalam dua minggu ke depan.
Dengan nilai kerugian mencapai ratusan triliun rupiah, kasus ini disebut sebagai salah satu skandal energi terbesar dalam sejarah Indonesia modern.
Selain merugikan keuangan negara, dampaknya juga terasa pada harga bahan bakar dan beban subsidi pemerintah.
Namun, dari sisi hukum, kasus ini masih berproses. Banyak pihak menilai keberhasilan penyidik membongkar jaringan bisnis minyak ini akan menjadi ujian besar bagi penegakan hukum di sektor strategis nasional.
Sidang Muhammad Kerry Adrianto Riza baru memasuki babak awal, namun sudah memunculkan berbagai pertanyaan publik tentang transparansi dan pengawasan di tubuh BUMN energi.
Apakah kasus ini akan menuntaskan akar masalah pengaturan proyek migas, atau justru membuka lembaran baru skandal berikutnya waktu yang akan menjawab.***