Perubahan gaya hidup yang lebih individualistis turut berpengaruh terhadap keputusan untuk menunda membentuk keluarga.
Pendidikan & Karier: Antara Cita-Cita dan Komitmen
Selain ekonomi, meningkatnya akses pendidikan juga memberi dampak signifikan.
Generasi muda, terutama perempuan, kini lebih fokus mengejar pendidikan tinggi dan karier sebelum menikah.
Survei Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2024 menunjukkan, 73% mahasiswa perempuan menilai bahwa menikah di usia muda berpotensi menghambat karier profesional.
Di satu sisi, ini menunjukkan kemajuan dalam kesetaraan gender dan peluang pendidikan. Namun di sisi lain, ada kekhawatiran soal menurunnya angka kelahiran yang bisa berdampak jangka panjang terhadap struktur demografi Indonesia.
Baca Juga: Mohon Doa untuk Sang Ayah yang Sakit Parah, Jerome Polin: Tuhan Tolong, Aku Percaya Engkau Sanggup
Tren Global: Indonesia Tak Sendirian
Fenomena menurunnya angka pernikahan bukan hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura bahkan menghadapi penurunan lebih drastis.
Korea Selatan misalnya, kini memiliki salah satu angka kelahiran terendah di dunia hanya 0,7 anak per perempuan.
Banyak ahli menilai Indonesia sedang menuju tren serupa, meski dengan dinamika budaya dan religiusitas yang berbeda.
"Jika tren ini berlanjut, kita akan menghadapi tantangan serius dalam bonus demografi dan perekonomian jangka panjang,” ujar Dr. Diah Nurhayati, peneliti demografi dari Universitas Indonesia.
Respons Pemerintah: Imbauan & Edukasi
Kemenag melalui berbagai program keluarga sakinah kini gencar melakukan edukasi dan pendampingan pra-nikah.
Program seperti Bimbingan Perkawinan (Bimwin) diperluas agar generasi muda memahami kesiapan mental, ekonomi, dan sosial sebelum menikah.