- Pengambilalihan tanah leluhur
- Pengerusakan ekologi dan hilangnya vegetasi asli
- Bentrokan fisik dan intimidasi
Sepanjang 2025, aksi penolakan kembali meningkat. Demonstrasi berlangsung di depan DPR, serta di sejumlah titik di kawasan Tapanuli.
Pada Oktober 2025, Komisi XIII DPR turun langsung melakukan inspeksi lapangan dan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
Bagi masyarakat adat, persoalan ini bukan sekadar sengketa tanah, tetapi menyangkut identitas, ruang hidup, dan keberlanjutan budaya mereka.
Baca Juga: Pakar ITB Ungkap Penyebab Utama Banjir Bandang Sumatera
Respons TPL: ‘Kami Mematuhi Regulasi’
Di tengah kritik dan tekanan, PT Toba Pulp Lestari memberikan klarifikasi resmi. Anwar Lawden, Direktur & Sekretaris Perusahaan TPL, menyampaikan bahwa seluruh aktivitas perusahaan mengikuti kaidah konservasi dan berada dalam koridor regulasi.
Ia memaparkan beberapa data:
- Area operasional: 167.912 hektare
- Area yang ditanami eucalyptus: hanya 46.000 hektare
- Area sisanya: kawasan lindung & konservasi
- Audit KLHK 2022–2023: TPL mendapat status “TAAT”
- Siklus penebangan & penanaman ulang mengikuti dokumen AMDAL
TPL menegaskan bahwa pernyataan publik seharusnya merujuk pada data terverifikasi.
Siapa Pemilik PT Toba Pulp Lestari Tahun 2025?
Pertanyaan ini penting karena selama bertahun-tahun, dua narasi menguasai persepsi publik:
1. TPL dianggap milik Luhut Binsar Pandjaitan
2. TPL dianggap bagian dari grup bisnis Sukanto Tanoto / RGE
Keduanya sering dibahas, tetapi jarang disertai dokumen resmi. Berikut penjelasan yang lebih akurat berdasarkan data pasar modal.
Pemahaman soal struktur kepemilikan menjadi penting agar publik bisa melihat persoalan ini secara lebih jernih.***