SEWAKTU.com -- Korea Selatan menghadapi tantangan serius dalam menjaga tradisi kuliner mereka, terutama terkait produksi kimchi.
Perubahan iklim yang mengakibatkan suhu yang semakin ekstrem dan pola cuaca tak menentu mulai memengaruhi hasil panen sayuran seperti kubis napa dan lobak, bahan utama untuk membuat kimchi.
Petani melaporkan penurunan kualitas serta kuantitas panen akibat musim panas yang lebih panjang dan hujan yang tak terduga.
Hal ini memicu kenaikan harga bahan baku, sehingga produksi kimchi menjadi lebih mahal.
Kondisi tersebut juga menyebabkan sejumlah pabrik pengolahan kecil kesulitan mempertahankan keberlanjutan bisnis mereka.
Kimchi, yang telah menjadi simbol budaya Korea Selatan dan diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda, kini membutuhkan langkah pelestarian yang lebih serius.
Baca Juga: Erina Gudono Pamer Omakase Makanan Mewah dari Chef Jepang, Harga Per Porsi 2 Juta Sampai 13 Juta
Pemerintah dan komunitas lokal mulai mempromosikan program adaptasi, seperti penelitian varietas tanaman yang tahan perubahan iklim serta teknologi pertanian baru untuk melindungi tradisi berusia ratusan tahun ini.
Namun, para ahli menekankan pentingnya langkah global untuk mengatasi perubahan iklim, karena dampak ini tidak hanya merugikan Korea Selatan tetapi juga memengaruhi ketahanan pangan dunia secara keseluruhan.
Upaya kolektif dinilai sebagai kunci untuk memastikan kimchi tetap menjadi bagian dari identitas bangsa Korea.
(Salsa Bila Fasya)