SEWAKTU.com -- Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya setelah 32 tahun memimpin Indonesia.
Yusril Ihza Mahendra, yang terlibat dalam proses penyusunan naskah pengunduran diri Soeharto, menceritakan detik-detik sejarah penting ini, mengungkap berbagai dinamika yang terjadi di balik layar.
Keputusan Soeharto untuk mundur tidak datang tiba-tiba. Saat itu, Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang parah dan gelombang demonstrasi besar-besaran menuntut reformasi politik.
Situasi semakin kritis setelah Soeharto menghadiri pertemuan di Kairo, Mesir. Setibanya di Indonesia, ia dihadapkan pada gelombang protes dan desakan untuk segera mengakhiri kekuasaannya.
Sebelumnya, telah ada wacana pembentukan Komite Reformasi yang melibatkan sejumlah tokoh, seperti KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Nurcholish Madjid, dan Ali Yafie.
Yusril, yang juga hadir dalam pertemuan tersebut, menyarankan agar Soeharto segera mundur untuk menjaga stabilitas negara. Namun, rencana pembentukan Komite Reformasi gagal, dan situasi di Jakarta semakin tidak terkendali.
Pada malam tanggal 20 Mei, muncul isu bahwa sejumlah menteri Kabinet Pembangunan VII akan mengundurkan diri.
Isu ini kemudian dikonfirmasi ketika Akbar Tanjung menunjukkan surat pernyataan mundur para menteri kepada Yusril. Dengan adanya surat tersebut, Yusril segera melaporkan situasi kepada Soeharto di kediamannya di Jalan Cendana.
Setelah menerima laporan itu, Soeharto memutuskan untuk mengundurkan diri. Mulailah penyusunan naskah pengunduran diri yang dilakukan Yusril bersama sejumlah tokoh lainnya, seperti Sudarsono, Bambang Kesowo, dan Syafruddin Bahar.
Baca Juga: Liam Payne Meninggal Dunia, Eks Personel One Direction Alami Depresi Berat?
Penyusunan naskah ini dilakukan hingga pagi hari, untuk memastikan semuanya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Yusril mengungkap bahwa proses penyusunan naskah tersebut tidak menggunakan prosedur normal, mengingat pengunduran diri Soeharto tidak dilakukan di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang biasanya memilih dan memberhentikan presiden.
Oleh karena itu, dalam naskah tersebut digunakan kata-kata "menyatakan berhenti" alih-alih "mengundurkan diri" atau "meletakkan jabatan." Hal ini dilakukan untuk memberikan legitimasi konstitusional atas keputusan Soeharto.
Artikel Terkait
Samsung Galaxy A36 Gunakan Android 15 dan Snapdragon 6 Gen 3, Beri Umur Panjang Para Pengguna Setianya?
Resmi Diluncurkan, Vivo Y300 Plus Ditenagai Snapdragon 695, Kamera 50MP, Hingga Baterai 5.000 mAh
Debut Honor Tablet GT Pro dengan Layar OLED 144Hz dan Snapdragon 8s Gen 3
Liam Payne Meninggal Dunia, Eks Personel One Direction Alami Depresi Berat?
Profil Lengkap dan Sosok Liam Payne: Derita Komplikasi Kesehatan Sejak Lahir, Hingga Capai Kesuksesan dengan One Direction