Kisah Yusril Ihza Mahendra Penyusunan Naskah Pengunduran Diri Soeharto, Ada Kata Berhenti Bukan Mengundurkan Diri

- Kamis, 17 Oktober 2024 | 14:50 WIB
Presiden Soeharto mengundurkan diri dalam Reformasi 1998 (ilustrasi/IG @jejaksoeharto)
Presiden Soeharto mengundurkan diri dalam Reformasi 1998 (ilustrasi/IG @jejaksoeharto)

Meskipun situasi politik sangat mencekam, Soeharto terlihat tenang saat membacakan naskah pengunduran dirinya di Istana Merdeka.

Yusril bahkan sempat berbicara dengan Soeharto menjelang pengumuman tersebut, membahas mengenai status kabinet setelah pengunduran dirinya.

Awalnya, Soeharto ingin kabinet dinyatakan demisioner, namun Yusril menjelaskan bahwa konstitusi tidak mengharuskan hal tersebut. Akhirnya, Soeharto menulis sendiri di bagian belakang naskah bahwa ia menyatakan kabinet demisioner.

Di akhir pidato, Soeharto meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas segala kesalahan selama masa pemerintahannya. Momen itu menjadi sangat emosional dan menegangkan, mengingat Soeharto adalah figur yang telah berkuasa begitu lama.

Sebelum pengunduran diri resmi pada pagi 21 Mei, situasi semakin kritis dengan rencana demonstrasi besar-besaran yang dipimpin oleh Amin Rais.

Yusril dan Prabowo Subianto bertemu Amin Rais pada pukul 3 pagi untuk meyakinkannya agar membatalkan rencana demonstrasi tersebut, demi menghindari potensi kekerasan. Mereka berhasil membujuk Amin Rais, yang akhirnya membatalkan aksi demonstrasi.

Setelah peristiwa ini, Yusril merenungkan bagaimana Soeharto menunjukkan jiwa besar dengan mengundurkan diri secara damai, berbeda dengan beberapa pemimpin otoriter lainnya, seperti Hosni Mubarak di Mesir, Muammar Gaddafi di Libya, atau Bashar al-Assad di Suriah, yang tetap bertahan dan menimbulkan kerusakan besar bagi negara mereka.

Meskipun Soeharto memiliki banyak kekurangan, langkahnya untuk mundur secara damai telah menyelamatkan Indonesia dari kemungkinan konflik yang lebih besar.

Pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei 1998 bukan hanya menandai akhir dari era Orde Baru, tetapi juga menjadi awal dari perjalanan reformasi di Indonesia.

Momen tersebut merupakan salah satu tonggak sejarah yang memperlihatkan pentingnya sikap kenegarawanan dalam menghadapi krisis politik.

Bagi Yusril Ihza Mahendra, pengalaman tersebut tidak hanya memberikan pelajaran tentang dinamika politik tingkat tinggi, tetapi juga tentang bagaimana seorang pemimpin seharusnya bertindak demi kepentingan bangsa dan negara.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Abdul Halim Trian Fikri

Tags

Artikel Terkait

Terkini

KPK Gelar OTT di Banten, 9 Orang Langsung Diamankan

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:42 WIB
X