SEWAKTU.com --
Pasukan pendudukan Israel (IDF) dilaporkan telah memulai pencaplokan di Jalur Gaza. Langkah ini dianggap sejalan dengan rencana pembersihan etnis yang dijalankan Israel di Gaza.
Itay Epshtain, seorang pakar hukum kemanusiaan internasional, menyatakan dalam sebuah unggahan di X bahwa “Israel telah mencaplok 56 kilometer persegi wilayah Gaza yang disebut sebagai ‘Wilayah Netzarim’.”
Israel juga memiliki rencana serupa untuk wilayah di Gaza Utara dan Rafah. “Gaza Utara dan Rafah akan diambil alih secara permanen, sementara 2,2 juta warga Palestina akan ditahan di Khan Younis dan Al Bureij,” ungkap Epshtain, yang juga penasihat khusus Dewan Pengungsi Norwegia (NRC). Secara keseluruhan, Jalur Gaza hanya memiliki luas sekitar 365 km persegi, menjadikannya salah satu wilayah terpadat di dunia.
Epshtain menegaskan bahwa Dewan Keamanan PBB perlu segera bertindak terkait penggunaan kekuatan militer Israel terhadap kedaulatan, integritas teritorial, dan kemerdekaan politik Palestina. Menurutnya, tindakan Israel tersebut melanggar larangan agresi teritorial yang diamanatkan oleh Mahkamah Internasional.
Baca Juga: Harta kekayaan dan Latar Belakang Ridwan Kamil Sebagai Kepala Daerah Jawa Barat Periode 2018-2023
Wilayah utara Gaza telah dikepung dan dibombardir oleh Israel selama dua bulan terakhir. Serangan ini sejauh ini telah menewaskan ratusan orang, menambah panjang daftar lebih dari 43 ribu warga Palestina yang telah tewas di Gaza dalam setahun terakhir.
Selain itu, Israel sepenuhnya menutup akses bantuan kemanusiaan, termasuk makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan air bersih. Situasi ini membuat sekitar 70 ribu warga yang masih bertahan di wilayah utara terancam mati kelaparan.
Surat kabar Israel Haaretz pada hari Ahad menerbitkan editorial yang menuduh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan militer Israel melakukan “operasi pembersihan etnis” di Gaza utara. Editorial ini mengutip koresponden militer surat kabar tersebut, yang, setelah mengunjungi wilayah tersebut bersama pasukan Israel pekan lalu, menyimpulkan bahwa area tersebut tampak seperti “dilanda bencana alam.” Editorial tersebut menegaskan bahwa kehancuran ini adalah “tindakan penghancuran yang direncanakan oleh manusia.”
Seorang perwira senior, yang diidentifikasi oleh Guardian sebagai Brigadir Jenderal Itzik Cohen, komandan Divisi 162, dilaporkan mengatakan kepada wartawan: “Tugas saya adalah menciptakan area kosong... Kami memindahkan warga demi keselamatan mereka, untuk memberi kebebasan bertindak bagi pasukan kami.”
Saat ditanya apakah militer menjalankan 'Rencana Jenderal,' yang mencakup pembersihan etnis di area tersebut dan pembunuhan warga Palestina yang tersisa, perwira tersebut membantah mengetahui hal itu dan menegaskan bahwa tentara “bertindak sesuai instruksi [militer Israel]” dari Komando Selatan dan kepala staf.”
Ia menambahkan bahwa divisinya telah mengalihkan bantuan kemanusiaan dari “zona yang telah dikosongkan” di Gaza utara ke arah selatan. Sejak awal Oktober, ketika melancarkan serangan besar di wilayah utara Gaza termasuk Jabalia, Beit Lahia, dan Beit Hanoun, pasukan Israel telah menghentikan akses makanan, air, dan obat-obatan ke Gaza utara.
Komite Peninjau Kelaparan (FRC) yang independen memperingatkan pada hari Sabtu bahwa “kelaparan besar kemungkinan akan segera terjadi” di Gaza utara. Ketua UNRWA Philippe Lazzarini menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata terhadap warga Gaza dan menyatakan bahwa kelaparan yang terjadi merupakan “buatan manusia.”
Artikel Terkait
Deretan Kontroversi Nikita Mirzani vs Heni Sagara Soal Isu Mafia Skincare
Petani Bingung Harus Bayar Tiga Juta Rupiah Untuk Ambil Traktor Bantuan Dari Pemerintah, Berdalih Buat Syukuran
Harta kekayaan dan Latar Belakang Ridwan Kamil Sebagai Kepala Daerah Jawa Barat Periode 2018-2023
Ukraina Kebut Terima 500 Rudal Pencegat Amerika Sebelum Potensi Perubahan Kebijakan AS
Presiden Prabowo Subianto Kunjungi China: Raih Investasi Senilai Rp 157 Triliun