Rp 285 Triliun Menguap di Migas: Apa Dampaknya bagi Pertamina dan Negara?

- Selasa, 14 Oktober 2025 | 11:21 WIB
Gedung Pertamina Pusat, Jakarta, 14 Oktober 2025, simbol industri energi nasional yang kini tengah diuji akibat kasus korupsi minyak mentah Rp285 triliun.  Foto: Tangkapan Layar Petamina.
Gedung Pertamina Pusat, Jakarta, 14 Oktober 2025, simbol industri energi nasional yang kini tengah diuji akibat kasus korupsi minyak mentah Rp285 triliun. Foto: Tangkapan Layar Petamina.

SEWAKTU.com- Kasus korupsi minyak mentah Rp285 triliun yang menyeret nama Muhammad Kerry Adrianto Riza bukan sekadar persoalan hukum, melainkan krisis kepercayaan besar di sektor energi nasional.

Di tengah fluktuasi harga minyak dunia dan beban subsidi energi yang terus menekan APBN, skandal ini menambah beban berat bagi tata kelola migas Indonesia yang selama ini dianggap belum transparan.

Dari hasil audit investigatif, total kerugian negara dan perekonomian akibat pengaturan pengadaan minyak mentah dan sewa fasilitas bahan bakar mencapai Rp285 triliun.

Angka ini bukan hanya mencerminkan kebocoran keuangan negara, tapi juga efek berantai terhadap ekonomi nasional mulai dari inflasi hingga efisiensi energi yang menurun.

Kerugian itu terdiri dari dua bagian besar:

  • Kerugian langsung dari pengadaan dan penyewaan kapal serta terminal bahan bakar,
  • Kerugian perekonomian berupa “kemahalan harga” yang akhirnya membebani subsidi dan harga BBM di tingkat konsumen.

Baca Juga: Muhammad Kerry Adrianto Riza di Pusaran Korupsi Minyak Mentah, Kemana Saja Jejak Uang Triliunan Itu Mengalir?

Dengan nilai sebesar itu, skandal ini disebut sebagai salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah industri migas Indonesia.

Kronologi Bisnis: Dari Kapal ke Terminal

Kerry Adrianto Riza disebut berperan dalam dua proyek strategis: pengadaan kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN) dan kerja sama sewa Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Merak.

Kedua proyek itu berada di jalur vital bisnis distribusi energi nasional. Melalui JMN, Kerry mengatur pembiayaan kapal dengan jaminan kontrak sewa dari Pertamina International Shipping (PIS).

Namun, proses pengadaan terbukti cacat administrasi: dokumen kebutuhan kapal dibuat sebelum lelang dimulai, dan kapal yang dimenangkan belum memiliki izin usaha migas.

Skema kedua, kerja sama sewa TBBM Merak, disebut lebih rumit. Perusahaan-perusahaan terafiliasi, PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak digunakan untuk mengatur penunjukan langsung dengan Pertamina, meski fasilitas terminal sebenarnya milik PT Oiltanking Merak.

Proses ini berujung pada biaya sewa yang membengkak hingga triliunan rupiah akibat manipulasi nilai aset dan klausul kontrak.

Baca Juga: Kronologi Korupsi Minyak Mentah Rp285 Triliun, Siapakah Nama Besar di Baliknya?

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Mahmud Amsori

Tags

Artikel Terkait

Terkini

KPK Gelar OTT di Banten, 9 Orang Langsung Diamankan

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:42 WIB
X