Di Balik Rapat Pukul 3 Pagi Sanae Takaichi, Budaya Kerja Jepang Dipertanyakan

- Jumat, 14 November 2025 | 18:15 WIB
Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi memicu kontroversi usai menggelar rapat pukul 3 pagi di Tokyo. Foto: Istimewa.
Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi memicu kontroversi usai menggelar rapat pukul 3 pagi di Tokyo. Foto: Istimewa.

Dua arah opini ini memperlihatkan bahwa Jepang sedang berada di persimpangan budaya: mempertahankan pola kerja lama yang terbukti menyumbang pertumbuhan ekonomi, atau menata ulang pola hidup yang manusiawi.

Alasan Takaichi mesin faks rusak mungkin terdengar sederhana, bahkan konyol bagi sebagian pihak di luar Jepang.

Namun faktanya, birokrasi Jepang memang masih sangat bergantung pada teknologi analog seperti faks, stempel hanko, dan alur administratif yang panjang.

Baca Juga: Rapat Subuh Perdana Menteri Jepang Tuai Kritik Keras Publik

Ini menunjukkan dua hal:

1. Birokrasi Jepang masih terjebak pada proses lama yang membuat pekerjaan administratif berlangsung jauh lebih panjang dari yang seharusnya.
2. Pemimpin nasional pun tidak kebal dari sistem yang rumit—bahkan dapat terjebak dalam keharusan bekerja dini hari karena dokumen harus diverifikasi secara fisik.

Fenomena karoshi bukan sekadar statistik. Ia adalah luka sosial Jepang selama puluhan tahun.

Sejak kasus tragis Matsuri Takahashi, pegawai Dentsu yang bunuh diri akibat lembur ekstrem publik mendesak pemerintah membatasi jam kerja. Pada 2019, Jepang akhirnya menetapkan aturan lembur ketat.

Namun kini, di bawah pemerintahan baru, pemerintah mempertimbangkan melonggarkan batas lembur.

Di sinilah rapat pukul 3 pagi Takaichi menjadi simbol:

  • Apakah pelonggaran lembur justru akan membuka kembali praktik lama yang membahayakan pekerja?
  • Apakah pemimpin negara sedang memberi sinyal bahwa kerja ekstrem kembali dianggap “normal”?
  • Apakah Jepang masih berjuang antara ekonomi produktivitas dan martabat manusia?

Reaksi keras publik menunjukkan bahwa generasi muda Jepang yang kini lebih sadar kesehatan mental tidak ingin kembali pada ritme kerja era 1980-1990-an yang dikenal sebagai “masa lembur tanpa batas”.

Dalam banyak kesempatan, Takaichi memposisikan dirinya sebagai pemimpin yang “tidak mengenal lelah”.

Slogannya “bekerja, bekerja, bekerja, dan bekerja” dipuji sebagian pemilih konservatif, tetapi juga dikecam keluarga korban karoshi.

Selama tiga minggu pertamanya menjabat, Takaichi menjalani agenda super padat: menjamu mantan Presiden AS Donald Trump, melakukan kunjungan luar negeri beruntun, serta menghadiri sidang Parlemen tanpa jeda panjang.

Baca Juga: Profil Lengkap Gus Elham Yahya Usai Videonya Viral di Media Sosial

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Mahmud Amsori

Tags

Artikel Terkait

Terkini

KPK Gelar OTT di Banten, 9 Orang Langsung Diamankan

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:42 WIB
X