SEWAKTU.com -- Indonesia telah menjalani satu tahun yang mengesankan sebagai pemimpin G20. Sebagaimana diharapkan dari setiap presiden, tugasnya adalah menjadikan Indonesia sebagai kekuatan yang diperhitungkan di kawasan Asia.
Komitmen ini bukanlah hal baru, terutama karena Indonesia telah mengambil keputusan untuk memimpin secara bergilir dalam G20.
Ini menegaskan tekad Indonesia untuk berperan aktif dalam mendorong perekonomian global, dengan fokus pada peran pentingnya di Asia.
Pembahasan mengenai komitmen ekonomi Indonesia tidak dimulai dari G20. Sejarah ekonomi Indonesia dimulai jauh sebelumnya, ketika perdagangan internasional menjadi faktor kunci dalam perkembangan negara ini.
Kedatangan pedagang dari berbagai belahan dunia seperti India, Cina, Arab, dan Eropa, terutama untuk perdagangan rempah-rempah, telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan Indonesia.
Pada abad ke-17, VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) atau Perusahaan Hindia Timur Belanda, mendirikan basis operasionalnya di Indonesia, menguasai perdagangan rempah-rempah.
Hal ini menjadikan Hindia Belanda sebagai salah satu negara yang sangat diuntungkan secara finansial dari monopoli perdagangan komoditas Nusantara.
Masa pendudukan Jepang selama Perang Dunia II mengakibatkan perekonomian Indonesia hancur karena kebutuhan perang yang menguras sumber daya.
Setelah kemerdekaan, tantangan ekonomi tidak langsung mereda. Di era Soekarno, inflasi melonjak tinggi karena peredaran mata uang yang tidak terkendali.
Pemerintahannya yang menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda juga menimbulkan masalah ekonomi karena kurangnya perencanaan pembangunan yang efektif.
Perubahan signifikan terjadi pada era Orde Baru. Program pembangunan jangka panjang dan jangka pendek, dikenal sebagai Pelita Indonesia, membawa pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Meskipun demikian, hal ini juga menyisakan utang yang besar dan berimbas pada krisis ekonomi pada tahun 1998.