Baca Juga: Arwah Eky Kasus Vina Cirebon Sampaikan Pesan ke Om Hao, Minta Hukum yang Seadil-Adilnya
Kronologi Penolakan Masyarakat Adat
Penolakan terhadap perusahaan sawit ini datang dari masyarakat adat Marga Woro dan Suku Awyu. Mereka menolak hutan adat mereka dijadikan lahan sawit dan tergabung dalam Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua. Koalisi ini menggugat izin lingkungan perusahaan sawit tersebut.
"Saya bertemu Kak Hendrikus ‘Franky’ Woro, pemimpin Marga Woro–bagian dari Suku Awyu. Ia cerita gimana mereka perjuangkan tanah mereka yang dirampas. Mereka harus menempuh jarak jauh, rumit dan mahal ke pengadilan di Jayapura, Ibukota Provinsi Papua," dikutip dari situs change.org.
"Dari rumahnya, mereka naik motor melalui tanah merah yang berbahaya karena dilalui truk pengangkut kayu besar. Kemudian dilanjutkan naik perahu, lalu naik mobil ke ibukota Boven Digoel, dan naik pesawat ke Jayapura untuk menghadiri sidang. Total menghabiskan 7 jam dan uang 10 juta satu kali perjalanan, untuk satu orang saja," lanjutnya.
Sayangnya, setelah melalui proses tersebut, mereka kalah di pengadilan. Kini, proses hukum dibawa ke Mahkamah Agung sebagai harapan terakhir mereka.
Perusahaan yang dipermasalahkan adalah PT Indo Asiana Lestari. Masyarakat adat mempertanyakan izin lingkungan yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua.
Selain berpotensi menghilangkan hutan alam, proyek perkebunan sawit ini juga menghasilkan emisi 25 juta ton CO2.
Jumlah emisi ini setara dengan 5% dari tingkat emisi karbon tahun 2030. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh warga Papua, tetapi juga oleh dunia.***