SEWAKTU.com - Gelombang aksi buruh akan kembali mewarnai jalanan di berbagai daerah pada Kamis, 28 Agustus 2025. Ribuan pekerja dari berbagai sektor dijadwalkan turun ke jalan secara serentak di 38 provinsi Indonesia. Adapun di Jakarta, aksi unjuk rasa terpusat di area depan Istana Negara dan Gedung DPR RI.
Di wilayah Jabodetabek, sekitar 10 ribu buruh diperkirakan ikut bergabung menyuarakan aspirasi mereka. Dilaporkan bahwa puluhan ribu pekerja di berbagai provinsi dan kota industri lain juga bersiap untuk melancarkan aksi yang sama.
Mengusung tema "Hostum" (Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah), gerakan ini diprediksi akan berlangsung secara damai. Tujuan utama dari aksi ini adalah untuk menyuarakan aspirasi buruh terkait kondisi ketenagakerjaan yang mereka rasa semakin membebani.
Baca Juga: Demo Ojol di Monas Ricuh, Lima Tuntutan Ditegaskan
Dalam aksi kali ini, buruh membawa enam tuntutan utama. Pertama, mendesak penghapusan sistem outsourcing yang dinilai merugikan pekerja, serta menolak kebijakan upah murah. Kedua, mereka meminta pemerintah menghentikan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan membentuk satuan tugas khusus untuk menangani kasus tersebut.
Tuntutan ketiga berkaitan dengan reformasi pajak perburuhan. Buruh menilai perlunya kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) hingga Rp7,5 juta per bulan, serta penghapusan pajak atas pesangon, tunjangan hari raya, dan jaminan hari tua. Selain itu, mereka juga menolak adanya diskriminasi pajak terhadap perempuan yang sudah menikah.
Keempat, buruh mendorong agar pemerintah segera mengesahkan rancangan undang-undang ketenagakerjaan yang berdiri sendiri tanpa konsep omnibus law. Kelima, mereka menekankan pentingnya pengesahan RUU Perampasan Aset sebagai langkah serius dalam memberantas praktik korupsi.
Baca Juga: Demo Ricuh di Pati, Bupati Sudewo Dilempari Botol oleh Massa
Terakhir, mereka menuntut revisi terhadap RUU Pemilu dengan tujuan merancang ulang sistem pemilu untuk tahun 2029 agar lebih adil dan transparan.
Gerakan massa ini dianggap sebagai wujud nyata dari konsolidasi kekuatan buruh. Hal ini didorong oleh situasi ekonomi dan regulasi ketenagakerjaan yang dinilai belum pro-pekerja.