Dampak pada Keuangan Negara
Menurut pengamat ekonomi energi, kebocoran sebesar Rp285 triliun sama artinya dengan hilangnya sekitar 1,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Jika dikonversi ke beban subsidi, jumlah itu setara dengan subsidi energi nasional selama dua tahun anggaran.
"Kasus ini tidak hanya mencuri uang negara, tapi juga mencuri peluang untuk memperkuat ketahanan energi,” ujar seorang analis migas di Jakarta.
Ia menilai, efek domino dari korupsi di sektor minyak membuat pemerintah harus menutupi defisit subsidi, yang pada akhirnya berpengaruh pada fiskal dan daya beli masyarakat.
Efek Domino ke Pasar Energi
Skandal ini terjadi di tengah upaya Pertamina melakukan efisiensi dan digitalisasi rantai pasok minyak mentah. Namun, dengan munculnya kasus besar ini, pasar migas domestik kembali dihantui isu klasik, pengadaan tertutup, konflik kepentingan, dan praktik perantara.
Data BPH Migas menunjukkan, selama 2023–2025, harga rata-rata impor minyak mentah Indonesia naik sekitar 17%, sementara biaya distribusi dalam negeri meningkat hingga 24%.
Kenaikan ini tidak sepenuhnya disebabkan harga global, tapi juga inefficiency cost akibat struktur pengadaan yang tidak efisien seperti yang terjadi dalam kasus Kerry.
"Ketika biaya distribusi membengkak, ujungnya adalah kenaikan harga BBM di masyarakat,” ujar seorang ekonom dari Universitas Indonesia.
Ia menambahkan, setiap satu persen kenaikan harga minyak bisa menambah inflasi hingga 0,2 poin persentase, terutama di sektor transportasi dan logistik.
Baca Juga: Muhammad Kerry Adrianto Riza dan Bayangan Sang Ayah di Balik Skandal Rp285 Triliun
Reaksi Pertamina dan Pemerintah
Pertamina menyatakan mendukung penuh proses hukum yang sedang berjalan. Dalam keterangan resmi, manajemen menegaskan bahwa skandal ini menjadi pelajaran penting untuk memperkuat sistem pengadaan, audit internal, dan transparansi vendor.
Pemerintah, melalui Kementerian ESDM dan SKK Migas, juga mulai meninjau ulang kebijakan pengelolaan minyak mentah dan subholding migas.
Fokus utamanya adalah menghapus celah yang memungkinkan pihak swasta memonopoli akses ke proyek vital negara.