SEWAKTU.com - Ketika sebagian besar warga Tokyo masih terlelap, Perdana Menteri Jepang yang baru, Sanae Takaichi, justru tengah duduk bersama para ajudannya dalam sebuah pertemuan dini hari.
Pertemuan itu berlangsung pukul 3 pagi, dan hanya beberapa jam kemudian Takaichi sudah kembali berdiri di ruang sidang Parlemen.
Satu kejadian itu saja sudah cukup untuk menghidupkan kembali perdebatan klasik tentang budaya kerja ekstrem di Jepang sebuah isu lama yang tak pernah benar-benar selesai.
Momen tersebut dengan cepat diberitakan sebagai “sesi belajar pukul 3 pagi” oleh sejumlah media Jepang seperti NHK dan Asahi Shimbun, yang lalu memicu gelombang kritik.
Baca Juga: Profil Lengkap Gus Elham Yahya Usai Videonya Viral di Media Sosial
Di negeri yang masih berjuang melawan fenomena karoshi kematian akibat kerja berlebihan tindakan itu dianggap sebagai simbol masalah yang jauh lebih besar.
Rapat 3 Pagi yang Mengundang Reaksi Nasional
Langkah Takaichi langsung menuai kritik luas. Banyak yang menilai bahwa pemimpin negara boleh saja bekerja keras, tetapi memaksa staf mengikuti ritme ekstrem bukanlah contoh kepemimpinan yang sehat.
Di antara kritik paling tajam datang dari Mantan Perdana Menteri Yoshihiko Noda. Ia menyebut rapat dini hari itu sebagai tindakan “gila”, dan membandingkan rutinitasnya sendiri saat masih menjabat.
“Bekerja keras terserah dia, tapi jangan libatkan orang lain,” kata Noda seperti dikutip media Jepang.
“Pada jam itu, semua orang seharusnya tidur,” lanjutnya.
Komentar tersebut menggambarkan kekecewaan yang lebih luas: bahwa Jepang tidak bisa terus mempertahankan budaya kerja yang memaksakan produktivitas tanpa memikirkan kesehatan mental maupun fisik para pekerja.
Baca Juga: Video Kontroversial Gus Elham Yahya Viral, PBNU dan Wamenag Beri Respons Begini
Penjelasan Takaichi: Mesin Faks Rusak, Jadwal Ketat Menghimpit