Di saat orang-orang sibuk memikirkan krisis, Sukanto justru melihat keberuntungan kecil di sana.
Ia berpikir jauh ke depan: “Jika dunia berubah, aku harus berubah lebih cepat.”
Pengalaman di sektor konstruksi minyak membuatnya mempelajari pola industri besar. Dari situ, matanya mulai tertuju pada sektor yang hampir tak pernah dilirik masyarakat umum waktu itu industri kayu.
Baca Juga: Bagaimana Sukanto Tanoto Mendirikan Toba Pulp Lestari dari Nol?
Melihat Celah yang Tak Dilihat Orang Lain
Indonesia adalah penghasil kayu besar, tetapi sebagian besar hanya mengekspor log mentah. Jepang dan Taiwan kemudian mengolah kayu itu menjadi plywood sebelum menjualnya kembali ke Indonesia.
Skema ini membuat Sukanto gelisah. Baginya, ini bukan hanya soal bisnis, tetapi soal nilai tambah yang hilang.
Masalahnya, untuk mendirikan pabrik besar di tahun 1970-an, apalagi di masa Orde Baru, bukan hal mudah. Perizinan, birokrasi, dan kebutuhan modal menjadi tembok besar.
Namun Sukanto memilih jalan yang paling menantang. Ia menggandeng seorang jenderal yang kemudian mendukung pendirian pabrik plywood swasta pertama di Indonesia.
Pada 1973, pabrik itu berdiri. Dan bersamaan dengannya, lahirlah Raja Garuda Mas (RGM yang kini dikenal sebagai Royal Golden Eagle (RGE).
Dari Plywood ke Kerajaan Bisnis Global
Setelah plywood sukses, Sukanto memasuki fase baru yaitu ekspansi. Ia bukan tipe pengusaha yang puas pada satu sektor. Ia mempelajari kebutuhan global: energi, pangan, bahan baku industri, serta permintaan pasar yang meningkat pesat.
Gerakannya cepat, terukur, dan selalu melibatkan integrasi dari hulu ke hilir.
1. Pulp dan Kertas - APRIL Group
APRIL tumbuh menjadi salah satu produsen pulp dan kertas terbesar di Asia.
2. Sawit - Asian Agri & Apical
Dua perusahaan ini menjadi bagian penting dari industri CPO dan pengolahan minyak sawit di Indonesia.