“Pendekatan kami sebenarnya sederhana. Saat tim Kementerian Pertanian Tiongkok hadir di Labuan Bajo, kami membawa durian dari berbagai daerah seperti Sulawesi, Bali, dan Sumatera. Mereka mencicipi langsung, komunikasi mencair, dan dari situlah proses ini berjalan,” ungkap Sahat.
Ia menyampaikan bahwa durian beku Indonesia kini telah memenuhi seluruh protokol ekspor ke Tiongkok.
Bahkan, menurutnya, durian segar juga telah mendapatkan persetujuan untuk dikirim ke pasar tersebut.
“Ekspor bukan hanya durian beku, durian segar juga sudah bisa. Ini terus kami dorong. Prosesnya tidak mudah, pertanyaannya banyak dan detail, namun dengan kerja sama tim Kementan di kebun, Bapanas di pengemasan, dan Karantina dalam pengawasan serta komunikasi internasional akhirnya kita berhasil,” jelasnya.
Sahat menambahkan, durian Indonesia memiliki daya tarik tinggi di pasar Tiongkok karena dagingnya tebal dan bijinya kecil.
Permintaan yang besar, terutama menjelang perayaan Imlek, membuka peluang luas bagi daerah penghasil durian seperti Jawa Barat dan Kabupaten Bogor.
“Di Tiongkok, berapa pun kita kirim, pasti habis. Apalagi menjelang Imlek. Ini peluang besar, dan Jawa Barat khususnya Bogor sangat potensial,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa orientasi utama ekspor adalah peningkatan kesejahteraan petani dan manfaat ekonomi yang merata.
“Target kita jelas: petani sejahtera, pelaku usaha senang, dan masyarakat merasakan manfaatnya. Jangan sampai ekspor berjalan, tapi petani tidak merasakan dampaknya. Indonesia harus menjadi rajanya buah tropis,” tegas Sahat.
Pelepasan ekspor perdana ini menjadi cerminan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, legislatif, dan pelaku usaha dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah berbasis komoditas unggulan serta meningkatkan kesejahteraan petani di Kabupaten Bogor.***