Nadiem mengakui ada beberapa rintangan yang dihadapi Kemendikbudristek untuk mengangkat guru honorer menjadi P3K.
Salah satunya adalah pemerintah daerah (Pemda) tidak mengusulkan formasi. Padahal, pengangkatan guru honor menjadi P3K adalah kewenangan Pemda.
"Nah tentunya ini bukan proses yang sempurna. Ada berbagai macam ketidaksempurnaan dan masalah di lapangan. Kenyataannya, sangat sulit untuk meyakinkan Pemda untuk bisa mengeluarkan formasi tersebut," ujarnya.
Menurut Nadiem, Pemda punya hak untuk tidak mengusulkan formasi P3K. Karena itu, Kemendikbudristek hanya bisa melakukan komunikasi kepada Pemda agar bersedia mengajukan formasi.
"Formasi itu adalah haknya Pemda. Mereka punya kekuasaan untuk tidak memberikan full angka formasi tersebut. Jadi itu adalah suatu pertarungan yang yang sangat berat bagi kami untuk terus menegosiasikan dengan semua daerah untuk formasi," jelas Nadiem.
Selain formasi, masalah lainnya adalah banyak guru honor yang sudah lulus passing grade (PG) 2021, tetapi belum mendapatkan SK P3K.
Ada pula guru honorer yang sudah mendapatkan SK, tetapi belum menerima gaji.
"Jadi banyak guru-guru yang komplain belum diangkat. Isu gaji juga yang kami dengarkan," kata Nadiem.
Nadiem mengatakan bahwa persoalan formasi dan gaji merupakan kewenangan Pemda.
"Guru itu dimiliki oleh Pemda. Mereka yang merekrut. Mereka sebenarnya yang memberikan gaji dan memberikan SK daripada guru-guru tersebut," katanya.
Meskipun begitu, Kemdikbudristek bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) akan terus berjuang agar Pemda bisa memperhatikan nasib guru honorer.
"Berjuang atas nama guru honorer untuk selalu mengakselerasi pengangkatan mereka dan juga mangakselerasi jumlah formasi yang ada," tandas Nadiem Makarim. ***