mutiara

Teks Khutbah Jumat: Carilah Lailatul Qadar pada Malam-malam Ganjil

Jumat, 15 April 2022 | 06:30 WIB
Ilustrasi khutbah jumat tentang Lailatul Qadar. (/Pexels/SHAHBAZ AKRAM)

Baca Juga: Cara Mudah Merekam Telepon di HP, Berguna untuk Lakukan Interview Sampai Wawancara

Sementara, jenjang yang kedua disebut sebagai jenjang nafsânî (psikologis atau kejiwaan). Kalau pada jenjang yang pertama bersifat keragaan, maka di sini shiyâm menahan diri itu sudah sampai pada sesuatu yang bersifat nafsânî, yakni menahan diri dari hawa nafsu.

Secara fiqih memang tidak membatalkan puasa, misalnya ketika kita marah-marah atau membicarakan kejelekan orang lain.

Tetapi dalam puasa batinnya, perbuatan itu bisa membatalkan puasa. Di sini, kita diingatkan oleh Rasulullah Muhammad Saw. dengan sabda beliau:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلّٰهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ (رواه البخاري)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa saja yang tidak bisa meninggalkan perkataan kotor dan (tak bisa meninggalkan) perbuatan kotor maka Allah tidak punya kepentingan apa-apa bahwa orang itu meninggalkan makan dan minum.” (HR Bukhari)

Pada konteks puasa lahiriah, melakukan perbuatan tersebut, puasanya tetap dianggap sah.

Baca Juga: Nama Anies Baswedan Terseret Dalam Kasus Pengeroyokan Ade Armando

Tetapi dalam konteks nafsânî, orang yang berpuasa itu tidak mendapatkan hikmah apa-apa. Hal ini juga diingatkan oleh sahabat Umar:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْعُ

“Banyak sekali orang puasa namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar.”

Selanjutnya, pada sepuluh hari yang ketiga, sebagaimana yang sudah kita bahas, kita harus meningkatkannya pada jenjang ruhani.

Dalam ranah ini, kita sudah memasuki sesuatu yang susah sekali diterangkan, karena memang masalah ruhani tidak ada ilmunya.

Kita mengetahuinya hanya dari berita atau yang dalam bahasa Arab disebut dengan naba-un. Dan, pembawa berita itu adalah Nabi.

Dari Nabi-lah kita mengetahui apa yang bisa kita peroleh dari puasa jenjang ketiga ini, karena memang tidak bisa diterangkan.

Oleh karena itu, kemudian diungkapkan melalui simbol-simbol, metafora-metafora, termasuk masalah laylatul-qadr.

Halaman:

Tags

Terkini

Menyambut Ramadhan 2026: Sejarah, Ritual, dan Harapan

Selasa, 23 September 2025 | 18:03 WIB

1 Ramadhan 1447 H Kapan? Simak Perkiraan Puasa 2026

Selasa, 23 September 2025 | 17:44 WIB

Amalan dan Doa Rabu Wekasan 20 Agustus 2025

Selasa, 19 Agustus 2025 | 20:23 WIB