Uniknya, mendengar apa yang terjadi dengan perbedaan tafsir itu, Nabi Muhammad tetap biasa saja. Beliau SAW tidak memuji salah satu, dan tidak pula menyalahkan yang lain. Biasa saja. Ini baru di zaman Nabi.
Lalu bagaimana dengan hari ini? Bagaimana mungkin sebagian kita ada yang merasa paling taat, sehingga dengan gampangnya menghakimi orang lain yang berbeda tafsir?
Itulah masalahnya. Orang kadung obsesif dengan kata “taat”. Akibatnya, polisi ketaatan pun menjamur di mana-mana.
Padahal, kalau mau fair, kebanyakan dari kita pada dasarnya sulit sekali untuk bisa taat seratus persen.
Seawal-waktu-awal-waktu-nya Anda shalat, misalnya, tetap saja belum bisa dikatakan taat bilamana masih suka datang jam 8 padahal janjiannya jam 7; masih suka buang sampah sembarangan; masih suka percaya sama berita hoax lalu menyebarkannya di grup-grup WA; masih suka men-dislike postingan orang yang berbeda tafsir keagamaan; dan lain sebagainya.
Jadi, sejauh Anda merasa sebagai umat Nabi Muhammad, maka abaikan saja orang-orang yang menuduh Anda sebagai sesat, kafir, bahkan mengancam masuk neraka hanya karena Anda punya pendapat yang berbeda.***