Ketimpangan ini terlihat pada distribusi ruang terbuka hijau, jalan lingkungan, sanitasi, dan transportasi umum yang cenderung terpusat di kawasan tengah kota.
“Ketergantungan warga pada sektor ekonomi informal dan konsumtif membuat perekonomian kota menjadi rapuh,” tambahnya.
Susanto juga menyoroti lemahnya kolaborasi antarsektor, baik dari pemerintah, swasta, maupun masyarakat sipil.
Ia menyebut kurangnya sinergi tersebut menyebabkan banyak inisiatif pembangunan berjalan secara terpisah tanpa dampak yang signifikan.
Lebih lanjut, Susanto menekankan bahwa RPJMD seharusnya bisa berperan sebagai master plan atau peta jalan yang memuat strategi menyeluruh dan menjadi dokumen panduan bersama dalam menyelesaikan berbagai persoalan kota.
“RPJMD bukan hanya sekadar formalitas, tapi bagian dari tanggung jawab konstitusional. Dokumen ini harus bisa menerjemahkan aspirasi warga yang disuarakan saat Pilkada,” ucapnya.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa RPJMD harus menjadi instrumen utama untuk mewujudkan janji-janji politik kepala daerah terpilih yang diutarakan selama masa kampanye. (ADV)
Artikel Terkait
Kolaborasi dengan BI Jabar, Bandung Mantap Jadi Kota Sport Tourism dan Digital lewat QRIS Run dan Sunda Karsa Fest 2025
Pemkot Bandung Perkuat Satgas Antirentenir, Siap Lindungi Warga dari Jeratan Pinjol Ilegal
Jaga Stabilitas Harga dan Daya Beli Warga, Pemkot Bandung Kembali Gelar Gerakan Pangan Murah
Parkir Rp50 Ribu Bikin Geger Bandung, Polisi Tangkap Jukir Liar yang Beraksi di Warung Makan
Wakil Wali Kota Bandung Tegaskan Rumah Sakit Wajib Layani Warga Ber-KTP Bandung Tanpa Diskriminasi
DPRD Resmi Sahkan Perubahan APBD 2025, Wali Kota Bandung: Ada dua momen penting..