Diakuinya, saat ini berbagai fasilitas publik mulai dari transportasi umum, perkantoran, hingga sekolah belum sepenuhnya ramah terhadap kelompok rentan.
“Untuk ramah anak, kita juga harus punya mekanisme pengawasan dan perlindungan. Ruang publik harus aman, nyaman, dan salah satu bentuk konkretnya adalah menjamin adanya Kawasan Tanpa Rokok,” imbuh Farhan.
Terkait data penyandang disabilitas di Bandung, Farhan menyatakan belum memiliki angka pasti.
Namun, jumlahnya diperkirakan mencapai 4% dari total populasi. Ia juga menyinggung minimnya rumah ibadah yang ramah disabilitas di kota tersebut.
“Fasilitas umum kita masih sangat terbatas bagi penyandang disabilitas. Ke depan, kita akan mulai dari infrastruktur yang menjadi kewenangan kota. Dengan membenahi ini, diharapkan dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat secara lebih luas,” tutup Farhan.
Di kesempatan yang sama, CEO Save the Children Indonesia, Dessy Kurwiany Ukar, menyambut baik komitmen Pemerintah Kota Bandung.
Menurutnya, perubahan menuju kota yang inklusif hanya bisa tercapai jika pemerintah, masyarakat, dan keluarga berjalan seiring.
“Kami hadir untuk mendukung Bandung menjadi kota yang ramah anak dan inklusif, seperti yang dicita-citakan Pak Wali,” ungkap Dessy.
Ia menambahkan, festival seperti DreamFest adalah bagian dari kampanye publik yang bertujuan membangun kesadaran akan pentingnya empati, inklusi, dan ruang aman bagi anak-anak.
“Kesadaran publik adalah kunci. Tanpa itu, kebijakan tidak akan berdampak maksimal,” tutupnya. (ADV)