SEWAKTU.com - Nasib kurang beruntung dialami Keimita Ayuni Putri Aiman, seorang pelajar berusia 12 tahun asal Bantar Gebang, Kota Bekasi. Meski telah menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri dengan nilai yang baik, Keimita harus menerima kenyataan pahit: ia tidak lolos dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) untuk jenjang SMP Negeri tahun ajaran 2025/2026.
Keimita berasal dari keluarga pemulung. Ayah dan ibunya sehari-hari mengais rezeki dari tumpukan sampah, dan karena kondisi ekonomi keluarganya, satu-satunya harapan Keimita adalah bisa melanjutkan sekolah di SMP Negeri yang biaya pendidikannya lebih terjangkau. Sayangnya, harapan itu pupus. Dalam sebuah video yang kini viral di media sosial, Keimita menyampaikan isi hatinya dengan membaca surat yang ia tulis sendiri di atas secarik kertas, sambil masih mengenakan seragam sekolah dasar.
“Baru saja saya lulus SD. Saya bermimpi bisa masuk SMP Negeri di Bantar Gebang. Tapi sekarang saya gagal,” ucapnya dengan suara pelan, namun menyentuh hati banyak orang. Tak hanya itu, Keimita juga meminta maaf kepada orang tuanya dan para guru karena merasa telah mengecewakan mereka. Dalam keterangannya, ia bahkan mengaku siap berhenti sekolah jika tidak ada solusi lain.
“Orang tua saya hanya pemulung. Kami tidak punya cukup uang untuk sekolah swasta. Kalau memang tidak diterima di negeri, saya ikhlas tidak sekolah,” tuturnya dengan nada pasrah.
Padahal, dalam sistem SPMB terdapat jalur afirmasi yang dirancang untuk memberikan akses kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu agar tetap bisa mengenyam pendidikan di sekolah negeri. Jalur ini sejatinya disediakan agar kesenjangan sosial tidak menjadi penghalang bagi siswa dalam memperoleh pendidikan yang layak. Namun, realita yang dihadapi Keimita justru menunjukkan sebaliknya. Keberadaannya sebagai siswa berprestasi dari keluarga marginal tidak menjamin ia bisa lolos melalui jalur afirmasi tersebut.
Pemerintah Kota Bekasi sendiri sebelumnya telah menyatakan bahwa proses seleksi penerimaan murid baru telah disusun sedemikian rupa agar berjalan lebih transparan dan adil. Hal ini ditegaskan oleh Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Warsim Suryana, saat melakukan audiensi bersama Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia (AWPI) pada 11 Juni 2025.
“SPMB tahun ini dirancang lebih baik dari tahun sebelumnya. Kami punya sistem verifikasi untuk memastikan bahwa jalur afirmasi benar-benar dimanfaatkan oleh mereka yang membutuhkan,” ujar Warsim kala itu.
Namun pernyataan tersebut kini dipertanyakan publik, sebab fakta di lapangan menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin seperti Keimita masih kesulitan mengakses pendidikan negeri. Jika seorang siswi berprestasi dari keluarga pemulung tidak tertolong oleh kebijakan afirmasi, maka efektivitas sistem ini layak untuk dievaluasi secara menyeluruh.
Gelombang simpati pun datang dari masyarakat. Tagar #SaveKeimita menjadi viral di media sosial sebagai bentuk dukungan dan desakan kepada pemerintah agar segera mengambil langkah nyata. Banyak warganet menyuarakan keprihatinan dan mendesak agar Keimita bisa melanjutkan pendidikannya tanpa terbentur biaya.
Meski kecewa, Keimita tak lantas menyerah. Dalam pesan menyentuh, ia berkata kepada orang tuanya, “Pak, Ibu, jangan ragukan cita-cita saya. Karena itu akan selalu hidup.”
Perjuangan Keimita juga menarik perhatian Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi atau yang akrab dengan julukan KDM (Kang Dedi Mulyadi). Ia menegaskan bahwa pendidikan dasar selama sembilan tahun merupakan hak yang dijamin negara dan harus bisa dinikmati oleh seluruh anak Indonesia, tanpa terkecuali.