SEWAKTU.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 105/PUU-XXII/2024 kembali menjadi sorotan publik setelah kasus dugaan pencemaran nama baik antara seorang konten kreator, Ferry Irwandi, dengan institusi TNI mencuat ke permukaan. Dalam putusan tersebut, MK secara tegas menyatakan bahwa lembaga negara tidak memiliki kewenangan untuk menggunakan pasal pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kewenangan itu hanya berlaku bagi individu yang merasa dirugikan secara langsung.
Situasi ini berdampak nyata pada langkah TNI. Awalnya, Satuan Siber TNI menilai konten yang dibuat Ferry dianggap merugikan citra institusi. Pada 8 September 2025, pihak TNI bahkan melakukan konsultasi hukum ke Polda Metro Jaya untuk melaporkan kasus tersebut. Namun, upaya itu tidak dapat dilanjutkan. Aparat kepolisian menolak laporan karena bertentangan dengan putusan MK, yang menegaskan bahwa institusi negara bukanlah subjek hukum dalam perkara pencemaran nama baik.
Dengan kondisi tersebut, kasus Ferry Irwandi tidak berlanjut ke jalur hukum. Kedua belah pihak akhirnya memilih jalan damai melalui dialog dan klarifikasi. Proses penyelesaian ini sekaligus memperlihatkan bahwa aturan baru hasil putusan MK mulai memberikan dampak nyata dalam praktik hukum di lapangan.
Baca Juga: Ferry Irwandi Dilaporkan ke Polda Metro Jaya, TNI Ungkap Dugaan Pelanggaran Hukum
Implikasi dari putusan MK ini dinilai cukup besar. Pertama, langkah hukum TNI terhenti karena tidak memiliki dasar hukum yang sah. Kedua, kebebasan berekspresi masyarakat semakin terlindungi, khususnya bagi para kreator konten dan warga sipil yang kerap menghadapi risiko dijerat pasal pencemaran nama baik.
Ketiga, putusan ini memberikan batasan tegas bahwa lembaga negara tidak bisa lagi bertindak sebagai pihak yang merasa dirugikan dalam kasus pencemaran nama baik berbasis UU ITE. Keempat, kasus yang menimpa Ferry Irwandi menjadi preseden baru bahwa laporan serupa dari institusi negara kemungkinan besar akan ditolak oleh aparat penegak hukum.
Koalisi masyarakat sipil menyambut baik langkah MK tersebut. Mereka menilai, keputusan ini mampu mencegah potensi efek membungkam yang dapat mengancam demokrasi. Jika lembaga negara diberi kewenangan untuk melaporkan pencemaran nama baik, kritik masyarakat terhadap institusi bisa berujung pidana. Kondisi tersebut dinilai berbahaya bagi kebebasan berpendapat dan iklim demokrasi di Indonesia.
Baca Juga: Ferry Irwandi Tanggapi Sikap TNI Usai Dugaan Pelanggaran Hukum Dibawa ke Polda Metro
Kasus Ferry Irwandi sekaligus menjadi gambaran bahwa ruang dialog tetap bisa menjadi solusi ketika terjadi perbedaan pandangan antara warga dan lembaga negara, tanpa harus melibatkan proses hukum yang berlarut-larut.