SEWAKTU.com- Pagi kemarin Senin (13/10), ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terasa tegang.
Muhammad Kerry Adrianto Riza duduk di kursi terdakwa, matanya tertuju pada lembar dakwaan tebal di hadapannya. Di belakangnya, beberapa wartawan sibuk menyiapkan kamera dan laptop.
Nama “Riza Chalid” yang disebut dalam dakwaan langsung membuat ruangan terasa lebih berat.
Kasus korupsi minyak mentah Rp285 triliun bukan hanya soal angka, tetapi juga tentang sosok muda yang tumbuh di bawah bayangan nama besar seorang ayah yang dikenal di dunia bisnis energi nasional.
Antara Nama Besar dan Tanggung Jawab Berat
Kerry bukan sosok asing di lingkaran bisnis minyak dan gas. Ia lahir di keluarga yang sudah lama berkecimpung di industri energi.
Ayahnya, Riza Chalid, dikenal sebagai pengusaha migas yang berpengaruh, nama yang sering muncul dalam berbagai proyek besar.
Namun kali ini, bukan bisnis yang membawa perhatian publik, melainkan dugaan praktik korupsi besar-besaran yang menyeret nama keduanya.
Dalam dakwaan jaksa, Kerry disebut memperkaya diri dan kelompoknya melalui dua jalur besar pengadaan kapal dan sewa terminal bahan bakar di Merak.
Di atas kertas, semua terlihat seperti kerja sama bisnis biasa. Tapi di baliknya, jaksa menilai ada serangkaian keputusan yang melampaui batas etika dan hukum.
Baca Juga: Kronologi Korupsi Minyak Mentah Rp285 Triliun, Siapakah Nama Besar di Baliknya?
Awal Mula: Kapal, Kontrak, dan Keyakinan Palsu
Kisah ini bermula dari pengadaan tiga kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN), perusahaan yang dikaitkan dengan Kerry dan rekan bisnisnya, Dimas Werhaspati.