Isi Untaian Puisi Haru Ridwan Kamil Melapas Kepergian Sang Sulung Eril

- Senin, 13 Juni 2022 | 17:45 WIB
Puisi Ridwan Kamil untuk Eril sang anak sulung kesayangan. Foto/YouTube. (Foto/YouTube.)
Puisi Ridwan Kamil untuk Eril sang anak sulung kesayangan. Foto/YouTube. (Foto/YouTube.)

SEWAKTU.com -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil selain membangun tahap pertama Masjid Al Mumtadz ketika pemakaman Emmeril Kahn Mumtadz alias Eril juga memberikan puisi haru terakhir untuk sang anak sulung.

Selain membangun Masjid Al Mumtadz yang beralamat di Kampung Geger Beas RT 01/RW05 Desa Cimaung, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung juga tepat pemakaman Emmeril Kahn Mumtadz atau Eril. 

Sebelum melepas kepergian Eril untuk selama-lamanya, Ridwan Kamil yang juga ayah dari Eril memberikan puisi haru yang membuat warganet menangis.

Baca Juga: Usai Pemakaman Eril, Ridwan Kamil Ucapkan Terima Kasih: Semoga Allah Membalas Berlipat-lipat

Ribuan masyarakat mengiringi kepergian Eril atau Emmeril Kahn Mumtadz anak Ridwan Kamil mulai Gedung Pakuan Bandung hingga ke pemakaman di Cimaung. Seperti apa puisi Ridwan Kamil untuk sang sulung Eril?

Inilah puisi haru Ridwan Kamil untuk Eril yang membuat publik menangis:

Empat belas hari bisa terasa pendek dalam hidup rutin yang sehari-hari, tapi 14 hari ini menjadi panjang dalam kehidupan kami.

Kami bertanya-tanya mengapa harus hidup tidak terlalu lama? Mengharu biru, tapi waktu adalah rahasia Allah, apalagi menyangkut tentang kelahiran dam kematian.

Waktu adalah relatif, begitulah kata orang-orang yang arif. Dan akhirnya kami menerimanya dengan hati yang lapang sebab kami bisa menemukan banyak sekali petunjuk yang terang.

Dalam rentang 14 hari, yang sejujurnya sangat melelahkan, namun kami pun mendapat banyak pelajaran dan menerima kearifan. Tentang kehidupan Eril yang secara kasat mata rasanya terlalu singkat, tapi setelah dicermati ternyata kehidupannya sangat padat, penuh manfaat.

Baca Juga: Masjid Al Mumtadz adalah Bukti Keikhlasan dari Sang Ayah Ditinggal Pergi Anaknya

Dua puluh tiga tahun mungkin belum menghasilkan karya-karya yang besar, namun terbukti ternyata memadai untuk menjadi manusia yang dicintai dengan akbar.

Kami belajar tentang hidup yang tidak semata tentang lamanya hari, tapi tentang hela nafas yang dipakai berbuat baik walau kecil dalam sehari-hari.

Kami mengikhlaskan Eril pergi karena kami akhirnya menyadari bahwa Allah telah mencukupkan seluruh amal-amalnya untuk menutup kemungkinan bertambah kekhilafannya. Mungkin akan berat, tapi kami sebenarnya sudah menyiapkan hati kalau kami tidak akan pernah lagi melihat jasadnya untuk terakhir kali.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Abdul Halim Trian Fikri

Tags

Artikel Terkait

Terkini

KPK Gelar OTT di Banten, 9 Orang Langsung Diamankan

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:42 WIB
X