Akhiri Stigma Laki-Laki Harus Kuat : Mengapa Kesehatan Mental Pria Tak Boleh Lagi Diabaikan

- Senin, 21 Juli 2025 | 16:01 WIB

Masalahnya bukan karena pria tidak punya emosi — tapi karena mereka diajarkan untuk tidak menunjukkannya.

Menurut studi dari Journal of Men's Health, sebagian besar pria merasa bahwa membuka diri bisa membuat mereka tampak lemah, tidak jantan, dan bahkan bisa mengurangi respek dari orang lain, terutama sesama pria.

Ini membuat banyak dari mereka memilih bertahan dalam “kesunyian beracun”. Mereka takut dianggap lemah, malu dicap “kurang laki-laki”, dan akhirnya, mereka menanggung semuanya sendiri.

Saatnya Ubah Mindset

Perubahan tidak bisa hanya dibebankan pada individu. Kita perlu gerakan kolektif — dari media, institusi pendidikan, lingkungan kerja, hingga keluarga — untuk membongkar narasi usang soal maskulinitas. Meminta bantuan adalah tanda keberanian. Bercerita bukan kelemahan. 

Bahkan beberapa platform digital kini punya layanan konseling online khusus laki-laki, dengan pendekatan yang lebih empatik dan bebas stigma. Kesehatan mental bukan cuma soal suasana hati. Ini menyangkut produktivitas, hubungan sosial, dan bahkan keselamatan jiwa. 

Bila kita terus membiarkan stigma tumbuh, dampaknya bisa sistemik: meningkatnya angka kekerasan, penyalahgunaan zat, hingga kehilangan generasi produktif karena bunuh diri yang bisa dicegah.

Bukan laki-laki yang salah — tapi budaya yang menyuruh mereka diam.

Tidak semua luka terlihat. Dan tidak semua pria tahu cara menyampaikan bahwa mereka sedang kesakitan. Maka daripada terus menuntut mereka untuk "kuat", lebih baik kita mulai bertanya dengan tulus, “Kamu baik-baik saja, nggak?” ***

 

 

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ayu Ningsih

Tags

Terkini

X