Mall Ramai Namun Daya Belanja Sepi, Apa Kata Pedagang dan Ekonom soal Rojali-Rohana?

"Masalah bukan hanya inflasi, tapi juga ekspektasi. Masyarakat menahan belanja karena khawatir kondisi ke depan lebih sulit.”

Baca Juga: Cerita di Balik Fenomena Rohana dan Rojali di Mall Indonesia, Mall Ramai tapi Kantong Sepi

Akar Masalah

Investigasi menemukan beberapa faktor utama penyebab tren ini:

1. Inflasi Kebutuhan Pokok - harga pangan naik, sehingga masyarakat mengalihkan belanja ke kebutuhan dasar.
2. Tekanan Kelas Menengah - cicilan KPR, biaya sekolah, dan transportasi membuat pengeluaran non-esensial dipangkas.
3. Gaya Hidup Baru- mall dijadikan tempat hiburan murah, bukan hanya belanja.

Baca Juga: Tren Rohana & Rojali: Saat Belanja Jadi Sekadar Hiburan atau Gaya Hidup Baru?

Fenomena Global, Lokal yang Unik

Fenomena serupa juga terjadi di negara lain, tapi dengan nuansa berbeda. Di Amerika Serikat, window shopping lebih dikaitkan dengan hiburan.

Di Jepang, burabura shopping jadi budaya santai. Namun di Indonesia, Rohana & Rojali erat kaitannya dengan daya beli yang menurun, bukan sekadar tren sosial.

Baca Juga: Fenomena Rohana-Rojali, Kenapa Orang Indonesia Hanya 'Window Shopping'?

Fenomena Rohana dan Rojali adalah hasil dari kombinasi antara tekanan ekonomi dan perubahan gaya hidup. Bagi pemerintah, ini jadi sinyal darurat untuk segera memperkuat daya beli rakyat.

Bagi pelaku usaha, fenomena ini menuntut inovasi agar pengunjung tidak hanya “lihat-lihat” tapi juga mau membeli.

Jika tidak diatasi, roda ekonomi Indonesia bisa melambat meski mall-mall tetap penuh pengunjung.***