SEWAKTU.com -- Berjualan kuliner kaki lima kini bisa mendatangkan omzet ratusan juta rupiah. Modalnya pun tidak besar — dengan kurang dari Rp10 juta, sudah bisa memiliki gerobak, menyewa lahan, hingga melengkapi peralatan usaha.
Salah satunya dibuktikan oleh Rago, pria 35 tahun yang sudah enam tahun menekuni bisnis Japanese pancake kaki lima. Bermodal Rp8 juta, ia mengklaim menjadi pelopor Japanese pancake di gerobak. Meski sederhana, produk Rago sukses menarik banyak pembeli. Rasa pancakenya yang lembut dan manis pas membuat pelanggan merasa seperti makan di mall, tapi dengan harga kaki lima.
Baca Juga: Pelopor Chicken Steak Viral di Jakarta, Tetap Eksis Meski Banyak Saingan
Kini, Rago sudah membuka tiga cabang dengan 22 karyawan. Dari usahanya, ia mampu meraih omzet Rp300 juta hingga Rp450 juta per bulan, dengan keuntungan bersih mencapai 60%–70%. Meski perjalanan bisnisnya penuh tantangan, termasuk saat pandemi, Rago tetap bertahan dengan terus mengedukasi pelanggan tentang produknya.
Baca Juga: Salmon Lodeh, Sensasi Tradisional di Tengah Modernitas Pusat Kota Bandung
Kisah sukses serupa juga dialami Vio Autentino. Berbekal Rp65 juta, ia membuka usaha gerobak minuman STMJ (Susu, Teh, Madu, Jahe) bakar. Saat ini, Vio mengelola dua cabang dan menjual sekitar 100 gelas per hari dengan harga Rp20.000–Rp25.000 per gelas. Dari bisnis ini, ia mampu mengantongi keuntungan bersih hingga 70%.
Baca Juga: Pemkot Bandung Terapkan Teknologi Termal untuk Atasi Krisis Sampah, TPST Mulai Dikerjakan
Menurut Vio, bisnis gerobakan tetap memiliki tantangan, terutama soal fluktuasi omzet di hari kerja. Namun, saat akhir pekan, omzet bisa meningkat hingga Rp50 juta lebih per bulan sebelum dipotong biaya operasional.
Murah, enak, dan mudah dijangkau menjadi alasan mengapa gerobakan semakin diminati, terutama oleh kalangan muda. Vio berpesan, untuk memulai bisnis gerobakan, selain modal, dibutuhkan juga bakat, komitmen, dan ketekunan.