lifestyle

Mall Ramai Namun Daya Belanja Sepi, Apa Kata Pedagang dan Ekonom soal Rojali-Rohana?

Kamis, 25 September 2025 | 20:09 WIB
Investigasi fenomena Rohana & Rojali: Mall penuh, tapi transaksi belanja anjlok. Foto: Ilustrasi.

SEWAKTU.com – Dari luar, mall-mall besar di Jakarta, Bandung, hingga Surabaya tampak penuh sesak. Pengunjung hilir mudik, antrean di food court mengular, dan tenant-tenant fashion ramai dicoba.

Namun, jika ditelusuri lebih dalam, ada fakta mengejutkan yang terjadi di lapangan ialah transaksi belanja yang justru menurun.

Fenomena ini melahirkan istilah viral di media sosial, Rohana (rombongan hanya nanya-nanya) dan Rojali (rombongan jarang beli). Bukan sekadar lelucon, istilah ini kini jadi simbol melemahnya daya beli masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Kenapa Rohana-Rojali Viral di Media Sosial? Begini Penjelasan Psikologi Sosialnya

Mall Ramai, Kasir Sepi

Redaksi Sewaktu.com berbincang dengan sejumlah pedagang di mall Jakarta Selatan. Hasilnya hampir seragam, pengunjung ramai, tapi omzet anjlok.

"Sekarang orang lebih sering tanya harga atau coba-coba barang. Setelah itu bilang, ‘nanti aja deh, Mbak’. Penjualan bisa turun sampai 40%,” ungkap Rudi, pemilik toko elektronik.

Data & Fakta Ekonomi

Fenomena ini tidak berdiri sendiri. Data resmi memperkuat cerita para pedagang:

  • BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat inflasi pangan pada September 2025 masih menekan, dengan harga beras medium tembus Rp15.950/kg.
  • Bank Indonesia melaporkan pertumbuhan konsumsi barang non-esensial (fashion, kosmetik, gadget) melambat hingga 2,1%, jauh di bawah rata-rata 5% sebelum pandemi.
  • Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebut omzet ritel turun 20–30% meski traffic pengunjung mall stabil.

Baca Juga: Kenapa Fenomena Rohana & Rojali Bisa Jadi Masalah Ekonomi Serius? Simak Penjelasan Lengkapnya Disini

Pandangan Ahli Ekonomi

Menurut Bhima Yudhistira, Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies), fenomena Rohana dan Rojali adalah alarm ekonomi serius.

"Konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50% PDB Indonesia. Jika tren hanya ‘lihat-lihat’ ini terus meningkat, artinya daya beli masyarakat benar-benar melemah. Pemerintah harus segera intervensi dengan kebijakan harga pangan dan stimulus konsumsi,” jelasnya.

Ekonom senior Aviliani juga menegaskan pentingnya menjaga kepercayaan konsumen.

Halaman:

Tags

Terkini