SEWAKTU.COM - Apabila seorang remaja di Jaksel mengatakan ujaran dalam Bahasa Jaksel “trust issue” yang sepadan dengan kata “keyakinan” dalam bahasa Indonesia baku, sebenarnya hal ini diilhami dari interpretasi subjektif orang-orang muda di sana untuk mendaku makna “keyakinan” dalam ujaran dalam kebudayaan sehari-hari.
Lebih lanjut mengenai kemunculan Bahasa Jaksel juga dipengaruhi oleh perkembangan peradaban diantaranya pengaruh era industri 4.0 menjelang era industri 5.0. Di era ini kemudahan penyebaran informasi dan koneksi komunikasi membuat batas teritorial menjadi kabur.
Interaksi budaya masyarakat melampaui batas-batas wilayah, dan budaya bertransformasi menjadi satu kesatuan yang masif. Dalam keadaan seperti itu Francis Fukuyama seorang filsuf politik kenamaan Amerika Serikat mempostulatkan sebuah tegangan yang ia yakini akan menjadi ujung dari kesejarahan. Simak Bahasa Jaksel.
Baca Juga: Bahasa Jaksel 2022, Amankah Untuk Perkembangan Anak?
Fukuyama, menyebut tegangan tersebut sebagai tegangan Megalothymia melawan Isothymia. Kebersatuan budaya mempersyaratkan tiap orang untuk menjadi sama dengan dalih persamaan akan membuat kita dihargai.
Eskalasi kultural masyarakat industri 4.0 mengharuskan orang menggunakan lebih dari satu bahasa, presentase jumlah like yang banyak dalam akun media sosial, dan penguasaan alat-alat teknologi.
Hal itu disebabkan bahasa Indonesia menjadi jati diri bangsa Indonesia. Kuasai bahasa asing agar anak Indonesia dapat menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan mudah.
Baca Juga: Bahasa Jaksel, Bahasa Gaul Overrated Anak Tongkrongan Jaksel
Dalam konteks apa bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing harus digunakan. Sejalan dengan itu, muncul anjuran gunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Bahasa yang baik artinya penggunaan bahasa sesuai dengan konteks, sedangkan bahasa yang benar artinya penggunaan bahasa sesuai kaidah bahasa.
Baca Juga: Fenomena Bahasa Jaksel, Fenomena Ini Disebut Code Mixing Begini Penjelasannya
Konteks penggunaan bahasa secara sederhana meliputi tempat terjadinya komunikasi, mitra tutur, dan situasi komunikasi (resmi-tidak resmi).
Dalam konteks ini, pengguna bahasa harus dapat memilah dan memilih bahasa apa yang boleh dan harus digunakan di tenpat tertentu, dengan mitra tutur tertentu, dan dalam situasi tertentu. Berdasarkan pernyataan tersebut, fenomena trend bahasa gaul anak Jaksel adalah bahasa tidak resmi.***