SEWAKTU.com, JAKARTA -- Bekatul (Rice Bran) sebagai Pilar Pangan Fungsional dan Nursetikal menjadi tema yang disampaikan Prof. Ardiansyah, S.TP., M.Si., Ph.D (Prof. Ardy) dalam orasi ilmiah di Ruang Jawa-Bali Kampus Universitas Bakrie, Jakarta, Kamis 18 Januari 2024.
"Beras (oryza sativa) merupakan salah satu serealia yang paling populer dan banyak dikonsumsi serta merupakan makanan pokok bagi lebih dari 50% populasi dunia, yang 90% diantaranya adalah penduduk Asia, dan Indonesia termasuk tiga negara pengonsumsi beras terbesar di Asia," jelas Prof Ardy dalam pengukuhannya sebagai guru besar bidang Ilmu Pangan dan Biokimia Universitas Bakrie.
Lebih lanjut Prof Ardy mengatakan bekatul yang merupakan hasil samping dari penggilingan padi memiliki prosentase cukup besar dari padi yang bisa dimanfaatkan lebih lanjut.
Baca Juga: Sri Mulyani Diprediksi Mundur Dari Kabinet Jokowi, Bisa-bisa Kenaikan Gaji PNS Makin Lambat Cair
Proses penggilingan padi menghasilkan produk utama berupa beras sosoh (70-72%) dengan produk samping berupa sekam (rice husk) (18-20%), dan bekatul (rice bran) (8-10%).
Persentase bekatul yang cukup besar dari padi, tentu harus mendapat perhatian untuk bisa dimanfaatkan dengan baik, bukan hanya sebagai pakan, tetapi untuk bahan pangan.
’’Saat ini pemanfaatan bekatul sebagai produk pangan di Indonesia masih sangat terbatas. Beberapa produk yang sudah dikembangkan antara lain adalah produk olahan kue, sereal sarapan, produk bekatul stabil yang sudah kemas, dan makanan tradisional seperti bubur atau jenang bekatul serta bangket bekatul,’’ jelasnya.
Bukan hanya jumlah produksi bekatul yang melimpah, tetapi juga komponen yang ada pada bekatul sangat baik dan dapat meningkatkan kesehatan seperti γ-orizanol, vitamin E (α-tokoferol dan tokotrienol), asam ferulat, β-sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol.
Bekatul kaya akan vitamin B komplek (B1, B2, B3, B5, dan B6), karotenoid, dietary fiber, asam amino, polyphenols, dan mineral. Bekatul juga mengandung poly-unsaturated (PUFA) seperti asam linoleat (31-33%) dan asam oleat (37-42%), sehingga minyak bekatul dianggap sebagai minyak sehat.
Baca Juga: Resmi Naik! Jokowi Tetapkan Gaji Baru untuk TNI dan Polri Tahun 2024, Segini Nominal Tiap Bulannya
’’Teknologi stabilisasi menjadi sebuah hal yang sangat penting untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing bekatul. Stabilisasi bekatul menggunakan SSCE dengan kecepatan ulir 15 Hz pada suhu 120 οC dapat menurunkan kadar asam lemak bebas hingga di bawah 10% diiringi dengan minimalnya kerusakan α-tokoferol dan γ-orizanol. Penggunaan metode tersebut dapat dengan mudah untuk diaplikasikan untuk industri bekatul, karena memungkinkan untuk dilakukan dalam skala kecil atau besar secara kontinyu dengan biaya yang terjangkau.’’ papar Prof Ardy.
Lebih lanjut Prof Ardy menyampaikan beberapa industri kecil dan menengah (IKM) telah mengembangkan bekatul dengan teknologi penyangrai seperti, Kelompok Tani Kesiman Jaya, Desa Kesiman Jaya Pasuruan, IKM Kosmetik Arjuna Yogyakarta, dan penggilingan padi di Banyuwangi.
’’Tentu banyak hal yang harus disiapkan agar menarik minat masyarakat dalam mengonsumsi bekatul, diantaranya kesiapan bahan baku, kesiapan industri bekatul, hilirisasi, sosialisasi pada konsumen dan tentunya strategi pemasaran serta branding,’’ tegasnya.
Prof Ardy mengatakan banyak hal yang harus disiapkan agar menarik minat masyarakat dalam mengonsumsi bekatul, diantaranya kesiapan bahan baku, kesiapan industri bekatul, hilirisasi, sosialisasi pada konsumen dan tentunya strategi pemasaran serta branding.
Artikel Terkait
Calon Mahasiswa Wajib Tahu! 15 Kampus Terbaik di Jawa Barat Versi EduRank 2023, UI, IPB, dan ITB Memimpin
Jalur Masuk IPB Terbaru, Selain SNBP dan SNBT 2024/2025, Simak Sekarang Juga!
Anak Pramuka Merapat! Inilah 5 PTN yang Buka Jalur Khusus Anggota Pramuka, Ada IPB Loh
Mau Masuk IPB Lewat Seleksi Mandiri? Intip Beberapa Informasi Lengkapnya, Yuk!
Mau Masuk IPB? Seginin Kuota Prodi Kedokteran IPB pada SNBP, SNBT, dan Jalur Mandiri 2024 yang Harus Kamu Ketahui